OPINI : Pentingnya Mewujudkan Akses Pendidikan yang Meluas, Merata dan Berkeadilan -->
Cari Berita

OPINI : Pentingnya Mewujudkan Akses Pendidikan yang Meluas, Merata dan Berkeadilan

PENULIS : SATRIANI
(AKTIVIS AMAN SINJAI)

BUGISWARTA.com---Pendidikan adalah sebuah kata yang kadang menjadi beban bahkan memikirkannya saja kadang membuat  merinding, betapa tidak bahwa setiap saat biaya pendidikan semakin mahal. Inilah yang dirasakan oleh beberapa pelajar khusunya di bangku kuliah, dan terkadang mengundang keinginan berteriak pada dunia bahwa mengapa kita dituntut untuk menjadi orang yang berpendidikan, berkualitas dan mampu bersaing dalam dunia kerja. Sementara proses yang kita jalani untuk menggapai cita-cita bangsa ini semakin sulit.

Bisa kita lihat dibeberapa institusi pendidikan sebut saja di perguruan tinggi, sebagai lembaga formal tempat mendapatkan pendidikan yang hampir saja tidak mampu lagi dijangkau. Bisa kita  saksikan banyak juga pelajar yang tidak melanjutkan untuk mengenyam ilmu di jenjang perkuliahan, bukan karena ketidakmampuan dalam penguasaan materi pembelajaran namun karena takut untuk tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin meningkat.

Inilah salah satu ketakutan yang selalu menghantui beberapa calon generasi masa depan bangsa ini dan bahkan lebih memilih untuk mundur dan menjadi pekerja harian dimanapun, menjadi buruh di pabrik atau perusahaan.

Mahalnya biaya kuliah telah menformalkan diskriminasi untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, ditambah lagi dalam biaya sumbangan ini dan itu, semakin membuat mahasiswa tercekik lehernya dalam menghadapi situasi pendidikan.

Maka tidak mengherankan bila banyak mahasiswa yang lebih memiliki berhenti di tengah perjalanan menuju Strata Satu (S1) sebab mereka tak mampu lagi membayar biaya di bangku kuliah. Kadang juga ada yang telat dalam proses penyelesaian bukan karena mereka tidak menguasai materi perkuliahan tetapi kebanyakan mereka tertunda karena persoalan biaya. Jadi sewajarnya jika komersialisasi pendidikan selalu disuarakan oleh kalangan mahaasiswa.

Sungguh miris dengan kondisi pelayanan pendidikan di negeri ini, padahal jika kita mengingat tentang makna dari UUD 1945 Pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Memahami hal tersebut maka pendidikan memiliki makna bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kemajuan dan masa depan bangsa.

Dengan meningkatnya level pendidikan maka akan melahirkan  sumber daya manusia yang berkualitas dan siap kerja apalagi bersaing, baik secara nasional maupun internasional. Namun ternyata cita-cita tersebut masih sangat jauh dari harapan sebab ketika kita menelisik hingga ke pelosok-pelosok nusantara maka akan menjumpai jutaan orang yang masih buta akan pendidikan. Berbagai stigma akan muncul dari mereka bahwa pendidikan seperti sebuah perdagangan yang selalu bernilai jual yang semakin meningkat. Siapapun yang tidak memiliki modal maka tidak berhak melakukan jual beli dan hanya boleh mencari alternatif lain, misalnya menjual jasa fisiknya untuk bertahan hidup ditengah-tengan cengkeraman ekonomi. 

Belum lagi kondisi pendidikan yang terjadi di Daerah yang jauh dari perkotaaan, dimana fasilitas pelayananan pendidikan di sekolah masih belum lengkap, sarana dan prasana juga  yang belum memadai. Dan tidak hanya sebatas itu saja bahkan sering dijumpai juga begitu banyak anak yang putus sekolah sebab orang tuanya tak mampu lagi membiayai kebutuhan sekolahnya. Ini adalah salah satu bukti bahwa pemerataan pendidikan belum terimplementasi hingga ke seantero negeri.

Berita yang sering tersajikan di media TV, Koran, dan lainnya tentang mahalnya biaya sekolah justru menimbulkan kekhawatiran bagi warga yang tergolong kurang mampu, walaupun mereka tahu bahwa pendidikan sangat penting dan akan menjadikannya menjadi terdidik dan berkualitas. Meskipun negara menjamin melalui konstitusi tentang kesempatan yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan, namum realitas yang terjadi hampir berbanding terbalik.

Bisa kita bandingkan dengan kondisi pendidikan yang terjadi  di Ibu Kota, Kalimantan, Sulawesi  dan Papua. Tentunya ini banyak perbedaan yang terjadi mulai dari akses, fasilitas, dan tenaga pendidik. Kalau kita membandingkan antara sistem pendidikan di Kota dengan  Daerah terpencil tentu menghasilkan Sumber daya manusia yang berbeda sebab kebanyakan tenaga pendidik ataupun fasilitas lebih menunjang ke Kota-kota besar.

Bukan hal yang mustahil jika kemajuan di wilayah perkotaan lebih pesat dibanding dengan wilayah pedesaan atau Daerah terpencil. Itu karena efek dari globalisasi yang menciptakan keharusan bagi masyarakat Kota untuk lebih mengadopsi sistem liberalisme.

Pemerintah selalu saja menggemakan tentang pelaksanaan pemerataan pendidikan kepada masyarakat, tapi apa yang terjadi hal tersebut hanya sebatas menjadi sekilas wacana yang selalu terdengung di telinga. Lalu apa efek dari mahalnya pendidikan formal di negara ini ? sudah tentunya menimbulkan efek yang sangat memprihatinkan. Sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih sebuah alternatif lain untuk membuat anaknya untuk tetap mendapatkan ilmu melalui pendidikan informal. Sekolah informal yang dimaksudkan adalah seperti sekolah alam, sekolah komunitas, dan lainnya.

Sedih bukan main dengan kondisi saat ini bahwa Akses, Pemerataan, dan keadilan terhadap pendidikan memang sangat butuh untuk dikroscek ulang untuk mengevaluasi tingkat pendidikan yang selama ini diharapkan. Dengan kebijakan mahalnya pendidikan ini akan menegasikan transformasi dari kalangan bawah menuju kondisi yang diharapkan. Dan sudah saatnya pemerintah menyadari bahwa perlunya akses bagi setiap warga negara dalam menempuh pendidikan. Sebab memang dibutuhkan perbaikan sistem pendidikan di negeri ini dalam rangka menjamin kualitas hidup dari setiap warga negara. Agar Pendidikan menjadi senjata bagi rakyat untuk bertahan dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan modernisasi, maka diperlukan  pemerataan pendidikan sehingga tingkat kualitas pendidikan di negara ini akan meningkat dan bisa bersaing secara global. Bisa kita lihat sistem pendidikan yang ada di Kuba dan itu bisa dijadikan sebagai cerminan kedepannya.

Memang dibutuhkan sebuah solusi jangka panjang untuk menangani situasi semacam ini seperti pemerintah harus mencanangkan sebuah program yang akan terjangkau hingga ke daerah terpencil. Misalnya saja peningkatan sarana dan prasana, menyebar luaskan tenaga pendidik yang sesuai spesifikasinya di sekola-sekolah, peningkatan kapasitas perguruan tinggi di Daerah sehingga tidak banyak lagi pelajar yang lebih memilih di pusat Kota kuliah. Selain hal tersebut, pemerintah setiap tahunnya juga perlu mereview angka buta huruf, putus sekolah bagi anak-anak baik SD, SMP, SMA hingga kejenjang Perguruan Tinggi serta melihat kuantitas dari lulusan yang sukses mendapatkan gelar akademik. 

Saya berharap pemerintah punya solusi atas hal tersebut dan  tetap menggandeng tangan dari setiap generasi agar menjadi agen perubahan masa depan, intelektual dan siap berkompetisi dengan generasi dunia yang lebih baik.(*)