Penulis, Nurmawan Pakaya
Pagi itu, langit di atas Bandara Soekarno-Hatta cerah tak biasa. Terminal 2F yang biasanya menjadi tempat pertemuan pesawat dan penumpang, hari itu menjelma menjadi panggung sejarah baru. Presiden Prabowo Subianto meresmikan Terminal Khusus Haji dan Umrah—simbol transformasi besar pelayanan ibadah di Indonesia, lengkap dengan sistem fast track imigrasi Arab Saudi.
Namun, di balik kemegahan acara dan canggihnya sistem yang diperkenalkan, ada satu peristiwa kecil yang menyentuh hati banyak orang: Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, secara sigap menghampiri seorang jemaah lansia dan dengan refleks menarikkan kursi untuknya. Tak banyak kata.
Tak ada sorotan kamera yang diminta. Hanya sebuah tindakan sederhana, tapi penuh makna: bahwa melayani tamu Allah adalah kehormatan. Momen itu menjadi simbol empati dan keteladanan. Bahwa di tengah deretan pejabat tinggi negara dan lantunan sambutan resmi, masih ada ruang untuk kasih, kepedulian, dan penghormatan tulus.
“Mereka adalah tamu Allah,” ujar Presiden Prabowo dalam sambutannya.
“Dan tugas kita sebagai bangsa adalah melayani mereka dengan sebaik-baiknya.”
Terminal baru ini bukan hanya soal fasilitas. Ia adalah tempat pertama di mana ibadah dimulai. Di dalamnya tersedia masjid luas, ruang manasik, lounge lansia, area makanan halal, dan sistem digital terpadu. Semua didesain agar jemaah bisa memulai perjalanannya dalam kondisi tenang, tidak kelelahan, dan penuh rasa syukur.
Sistem fast track menjadikan Indonesia satu langkah lebih maju. Proses visa dan keimigrasian dilakukan penuh di dalam negeri. Sesampainya di Tanah Suci, jemaah bisa langsung beristirahat atau beribadah—tanpa antre, tanpa stres.
Pemerintah pun menargetkan pengembangan layanan ini ke berbagai bandara embarkasi lainnya seperti Surabaya, Medan, dan Makassar.
Namun, terlepas dari semua rencana besar itu, yang paling mengesankan adalah kehadiran negara dalam bentuk yang paling manusiawi: perhatian. Dan di pagi itu, ketika seorang jemaah lansia akhirnya bisa duduk dengan nyaman, dibantu oleh seorang Menteri, kita diingatkan bahwa inti dari pelayanan publik adalah kemuliaan dalam pengabdian.
Pada akhirnya terminal ini bukan sekadar tempat keberangkatan. Tapi adalah simbol bahwa negara, dalam wajah barunya, siap menjadi pelayan ibadah—dengan teknologi, dengan kebijakan, dan dengan kasih sayang. Salam.