BUGISWARTA.COM, JAKARTA - Kebesaran dan kemajuan moral suatu bangsa dapat dinilai dari cara hewan-hewan mereka diperlakukan” adalah sebuah jargon yang dipercaya dicetuskan oleh Mahatma Gandhi, seorang pemimpin spiritual dari India.
Berangkat dari nilai ini, Presidium Relawan Prabowo Subianto (PRPS) bekerja sama dengan komunitas pencinta hewan Natha Satwa Nusantara (NSN) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Domestic mengemas serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan (kesrawan).
Tema “Si Gemoy Penyayang Hewan” menghadirkan acara Vaksinasi Rabies & Sterilisasi Kucing Gratis dan Talkshow bertajuk “Memahami Kesejahteraan Hewan di Indonesia”. Tema ini merupakan cerminan sifat capres Prabowo Subianto yang sangat mencintai hewan, termasuk lingkungan sekitarnya.
Pelindung PRPS - Hashim S. Djojohadikusumo menyambut baik ide dan pelaksanaan acara ini. Secara pribadi saya punya kepedulian sangat tinggi terhadap hewan, terutama satwa liar di Indonesia.
“Sejak 2017 saya mendirikan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya yang hingga kini telah melepas liar 8 ekor harimau ke habitat aslinya. Begitu juga dengan orangutan yang menjadi perhatian saya. Beberapa tahun yang lalu ada 2 orangutan yang berhasil dipindahkan dari Sulawesi Utara kembali ke habitat asal Kalimantan,Mereka ditranslokasi ke Pusat Suaka Orangutan Arsari (Yayasan Arsari Djojohadikusumo - red) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur,” terangnya.
tentang kesrawan domestik, terutama bagaimana cara terbaik merawat hewan peliharaan.
“Kesrawan adalah salah satu fokus dari pemerintahan Prabowo-Gibran jika terpilih menjadi pemimpin no. 1 di Indonesia nanti,” lanjut Hashim. Ia juga menjelaskan bahwa dalam lingkungan keluarga, menyayangi dan merawat hewan bukan hal baru. Prabowo sendiri memelihara banyak kucing, anjing dan kuda di kediamannya di Hambalang. Banyak testimoni orang-orang sekelilingnya yang menyaksikan kecintaan Prabowo terhadap hewan, bahkan hewan seperti semut pun dilarang untuk diganggu,” jelasnya.
Di Indonesia, kata dia kesrawan merupakan isu yang semakin sering diperhatikan, terutama sejak dasawarsa 2010-an. Pemerintah Indonesia telah memasukkan kesejahteraan hewan dalam peraturan perundang-undangan, sementara berbagai aktivis dan organisasi masyarakat mengadvokasi pentingnya menyediakan kehidupan yang layak bagi hewan dan melindungi mereka dari kesewenang-wenangan manusia. Meskipun demikian, kekejaman terhadap
hewan masih sering ditemukan di Indonesia.
Gerakan perlindungan hewan di
Indonesia mulai populer pada dasawarsa 1970
-an, sedangkan organisasi-organisasi nirlaba yang memperjuangkan isu tersebut bermunculan pada dasawarsa 1990-an. Kampanye untuk mengakhiri kekejaman terhadap hewan kemudian semakin berkembang dengan penggunaan media sosial. Para relawan sering kali mengadakan pemberian pakan dan pemandulan (steril) terhadap hewan tak berpemilik di
jalanan.
Karin Franken – Founder & CEO JAAN Domestic tanpa lelah telah menjalankan program edukasi, mengajari masyarakat mengenai empati, rasa menghargai dan tanggung jawab sebagai tujuan utama.
“Dengan segala upaya yang telah lakukan tentunya kami masih sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengendalikan kasus penyiksaan hewan yang terus menerus bertambah dan berkembang. Kami sebagai aktivis hewan menawarkan diri untuk menjadi mitra pemerintah dan bergandengan tangan untuk bersama-sama menanggulangi masalah ini,” jelas Karin.
Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak ramah hewan. Pada 2021, Koalisi Kekejaman
Satwa di Media Sosial (SMACC) menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa Indonesia
merupakan negara yang paling banyak mengunggah video kekerasan terhadap hewan dengan 1.569 video.
Sebuah liputan dari Narasi TV pada November 2022 mengungkapkan bahwa banyak orang Indonesia membuat dan memasok konten-konten penyiksaan hewan untuk
dijual di sejumlah platform internet.
Davina Veronica – Founder & CEO NSN sudah lebih dari 12 tahun menjadi aktivis hewan. Ia
mengakui kurangnya perlindungan bagi aktivis penyelamat satwa. Bahkan, tak jarang aktivis
dilaporkan balik oleh warga yang dinilai menelantarkan peliharaannya.
“Jika aktivis perlindungan hewan sudah memiliki bukti kekerasan terhadap hewan, tidak mudah juga menindaklanjutinya ke penegak hukum. Tak jarang dilempar ke sana kemari. Sebenarnya kita membutuhkan semacam badan untuk melindungi satwa seperti Komisi Perlindungan Satwa untuk mengawasi kasus-kasus kekerasan terhadap hewan dan membantu menggerakkan hukum yang berlaku di negara ini untuk menghukum para pelaku. Bahwa penyiksaan dan bentuk kekerasan apa pun terhadap hewan tidak patut untuk ditoleransi,” kata Davina.
Tujuan akhir dari acara hari ini adalah menyampaikan pentingnya menumbuhkan empatiterhadap hewan, sebisa mungkin dari usia dini. Di Indonesia hal ini mutlak dan mendesak dengan maraknya kejadian penyiksaan hewan dan terus meningkat.