Bambar ilustrasi/sumber intnet |
Penyakit hewan yang disebabkan infeksi virus menular ini menyebabkan peternak dan pedagang sapi menjerit. Sebab pemerintah melakukan pengetatan keluar masuknya sapi di Kabupaten Bone, sehingga masyarakat kesusahan untuk menjual sapinya.
Sejumlah peternak mengeluh, mereka kesusahan jika mau menjual sapi. "Susah sekarang kalau kita mau jual sapi, kalaupun ada pedagang sapi yang mau beli, harganya sangat murah," kata Hasanuddin, salah seorang peternak sapi kepada BUGISWARTA.com.
Hasanuddin menjelaskan, rata-rata petani di Bone juga beternak sapi, dan untuk menopang ekonomi keluarga, mereka mengandalkan penjualan sapi untuk menutupi kebutuhan mendesak.
"Kalau hasil sawah, yah cukupnya hanya untuk makan dan kebutuhan sehari-sehari, jika ada kebutuhan yang besar dan sifatnya mendesak yah...hanya sapi yang bisa kita jual, nah sekarang susah kalau kita mau jual sapi harganya murah," Hasanuddin mengeluh.
Agung, pedagang sapi antar provinsi menuturkan, sejak merebaknya penyakit sapi ia kerap merugi bahkan saat ini ia menghentikan pengiriman sapi ke Kalimantan.
"Dulu adalah untungnya, sejak ada dibilang penyakit mulut sapi, jadinya susah, karena ketat peraturannya kalau mau dijual sapi diluar Bone, memerlukan juga waktu jadi biaya oprasional dan pemeliharaan sapi jadinya membekak," kata Agung.
Sekadar diketahui Bone merupakan daerah sentra penghasil sapi potong terbesar di Sulawesi Selatan dan pernah tercatat sebagai kabupaten keempat terbesar populasi sapinya se-Indonesia. Ini berarti banyak masyarakat di Bone yang menggantungkan perekonomian dengan beternak sapi, dan mereka merasakan dampak dengan adanya penyakit mulut kuku ini.
ANWAR MARJAN