Muhammadiyah Minta Nadiem Cabut Aturan Dinilai Legalkan Seks Bebas -->
Cari Berita

Muhammadiyah Minta Nadiem Cabut Aturan Dinilai Legalkan Seks Bebas

BUGISWARTA.com, Jakarta - Muhammadiyah meminta Permendikbud-Ristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) dicabut.

Salah satu alasan yang dikemukakan Muhammadiyah adalah adanya pasal yang dianggap bermakna terhadap legalisasi seks bebas di kampus.


Sikap Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu dituangkan dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan Senin (8/11/2021). Surat ditandatangani oleh Ketua Majelis Diktilitbang Lincolin Arsyad dan Sekretaris Muhammad Sayuti.


Dalam penjelasannya, Muhammadiyah menyampaikan mengenai masalah formil dan masalah materil dari Permendikbud tersebut. Atas kajian tersebut, Muhammadiyah pun merekomendasikan tiga hal.


1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam menyusun kebijakan dan regulasi sebaiknya lebih akomodatif terhadap publik terutama berbagai unsur penyelenggara Pendidikan Tinggi, serta memperhatikan tertib asas, dan materi muatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.


2. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebaiknya merumuskan kebijakan dan peraturan berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021, agar perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara materil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Berikut sikap resmi Muhammadiyah mengenai Permendikbud yang dinilai melegalkan seks bebas di kampus:


Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada bulan September 2021 secara resmi mengundangkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021).


Persyarikatan Muhammadiyah yang juga memiliki fokus pada bidang pendidikan tinggi yang dijadikan sebagai gerakan dakwah dan tajdid telah melakukan kajian yang cermat terhadap pembentukan peraturan menteri tersebut dan melalui siaran pers ini menyampaikan sejumlah catatan sebagai berikut:


1. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, meyakini dan memahami bahwa Islam adalah sumber nilai untuk mengatur seluruh aspek kehidupan (Al Maidah:3).


Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang mengatur kesetaraan laki-laki dan perempuan yang saling memuliakan atas dasar agama (Al- Hujurat: 13; Al Isra:70). Tata nilai Islam yang komprehensif termasuk mengatur nilai dan relasi seksual yang halal, beradab dan bermartabat (An Nur:30-31).


2. Persyarikatan Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi terhadap pencegahan dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan baik di lingkungan domestik maupun publik, termasuk yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.


Khusus di lingkungan perguruan tinggi telah dituangkan dalam pedoman dan implementasi penyelenggaraan Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang berbasis Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.


3. Sikap kritis Persyarikatan Muhammadiyah terhadap pembentukan PermenDikbud ristek No 30 Tahun 2021 dikarenakan peraturan tersebut memiliki masalah formil dan materiil.


4. Masalah Formil yaitu:


a. Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya. Tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terkait dengan materi Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan.


Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan.


b. Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tidak tertib materi muatan. Terdapat dua kesalahan materi muatan yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan, yaitu:


Pertama, Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undangundang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional.


Kedua, Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi (Vide Pasal 62 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi) melalui pembentukan "Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual" (Vide Pasal 23 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021).


(***)