Kisah Raja Bone ke III (1368-1470), LA SALIYU KORAMPELUA MAKKALEPPIE -->
Cari Berita

Kisah Raja Bone ke III (1368-1470), LA SALIYU KORAMPELUA MAKKALEPPIE


LA SALIYU KORAMPELUA menjadi Raja Bone Ke III atas ketetapan pamannya, Raja Bone II La Ummase’. Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa La Saliyu Karempalua (1424 – 1496) adalah Arumpone (Raja Bone) yang menggantikan pamannya, La Ummase’.

LA SALIYU KARAMPELUWA.putra dari adik perempuan La Ummasa yaitu WE PATTANRA WANUWA dengan LA PATTIKKENG Arung Palakka


Didepan Warga Kerajaan Bone La Ummasa mengumumkan Penyerahan kekuasaanya kepada kamanakannya ”Saya undang kalian untuk mendengarkan bahwa saya telah mempunyai anak laki-laki yang bernama LA SALIYU KARAMPELUWA Mulai hari ini saya menyerahkan kedudukan saya sebagai Arumpone. kepadanya pula saya serahkan untuk melanjutkan perjanjian yang pernah disepakati antara PUATTA MANURUNGE RI MATAJANG dengan orang Bone”.


Pelantikan itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Dalam acara itu pula nariule sulolona (selamatan atas lahirnya) dan ditanam tembuninya. Setelah itu di naikkanlah La Saliyu Karampeluwa ke LangkanaE (istana).


Kedudukannya ini diterima dari pamannya sejak awal lahirnya satu malam setelah lahir Kalau ada sesuatu yang akan diputuskan maka To Suwalle yang memangkunya menjadi juru bicaranya. Kemudian yang bertindak selaku Makkedangen Tana (Perdana Menteri) adalah To Sulewakka.


Saat Raja memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampelua mengunjungi orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya sangat gembira dan di berikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga Pasar Palakka. Sejak itu orang Palakka tidak lagi berpasar di Palakka tapi pindah ke Bone.


La Saliyu Karampelua dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua orang tuanya. Ata’ alena (hamba sendirinya) dikeluarkan dari Saoraja (istana) dan ditempatkan di Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno.

Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. 


Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone ini berpergian jauh.


La Saliyu Karampelua sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki sifat - sifat rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara - suara besar dan aneh. 


Arumpone ini dikawinkan orang tuanya dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo, ana’ pattola (putri mahkota) Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng Marowa dan We Pattana Daeng Mabela MakkaleppiE Arung Majang. Oleh Arumpone Petta Karempalua, sebagian orang Bukaka dibawa ke Majang untuk menjadi rakyat MakkaleppiE yang kemudian mendirikan Sao LampeE ri Bone, yang diberinya nama Lawelareng. Sehingga digelari pula MakkaleppiE – Massao LampeE Lawelareng atau Puatta Lawelareng.


Raja Bone III ini melanjutkan kegiatan ekspansi yang telah dirintis pendahulunya, bahkan lebih besar dan berhasil menduduki kerajaan – kerajaan kecil, seperti : Pallengoreng, Sinri, Melle, Sancereng, Cirowali, Apala, Bakke, Atta Salo, Soga, Lampoko, Lemoape, Parippung, Lompu, Limampanua Rilau Ale, Babauwae, Barebbo, Pattiro, Cinennung, Ureng, Pasempe, Kaju, Ponre, dan Aserabate Riawang Ale.


Data tersebut menunjukkan bahwa Bone pada masa itu telah menguasai wilayah yang cukup luas (menurut ukuran pada masa itu), sehingga organisasi pemerintahan perlu pula ditingkatkan. Untuk itu La Saliu membagi wilayah pemerintahan Kerajaan Bone menjadi tiga wilayah administratif, sesuai dengan pembagian warna bendera Kerajaan Bone. 


Pertama, Negeri – negeri yang memakai bendera Woromporongnge’ : Matajang, Mattoanging, Bukaka Tengah, Kawerrang, Pallengoreng, Maloi. Semuanya dibawah koordinasi Matoa Matajang. 


Kedua, Negeri – negeri yang memakai umbul merah di sebelah kanan Woromporongnge’ : Paccing, Tanete,. Lemo, Masalle, Macege, Belawa, Semuanya dibawah koordinasi Kajao Ciung dan 


Ketiga, Negeri – negeri yang memakai umbul merah di sebelah kiri Woromporongnge’ : Arasong, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padaccennga, Madello. Semuanya dibawah koordinasi Kajao Arasong”. (Lontaraq Akkarungeng ri Bone ; Kasim, 2002)


Pembagian tersebut menunjukkan struktur organisasi pemerintahan Kerajaan Bone dibawah La Saliyu Petta Karempalua. Dengan membagi Bone atas tiga wilayah, berarti telah meletakkan pola desentralisasi pemerintahan sesuai dengan tuntutan pragmatis luasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Bone pada masa itu. Menurut Prof Mr. Muhammad Yamin, “Raja Bone Petta Karempalua adalah Raja Bone pertama yang menetapkan pemakaian bendera merah putih sebagai bendera Kerajaan Bone” . 


Muhammad Yamin menulis bahwa pada tahun 1398 – 1470, Raja Bone bernama Kerampalua mengibarkan bendera merah putih, yaitu Bendera Woromporong berwarna merah dan umbul – umbul pinggirnya di kiri – kanan berwarna putih, cellae riaya tau cellae ri abeo”. Fakta ini menurutnya menunjukkan bahwa Kerajaan Bone telah meletakkan pola dasar yang kuat untuk menjadikan ”Bendera Merah Putih” sebagai bendera negara. (Kasim, 2002 dalam Makkulau, 2009).


Kerajaan – kerajaan yang telah menyatakan diri menjadi bagian wilayah kerajaan Bone, dan tidak termasuk ke dalam salah satu wilayah koordinatif tersebut, mereka dijadikan wanua palili dengan status otonom. Kerajaan – kerajaan otonom yang berstatus wanua palili Bone antara lain : Kaju, Pattiro, Lima Wanua Rilau Ale. Kerajaan Palakka diperintah langsung oleh Raja Bone III ini karena Palakka adalah kerajaan pusaka dari ayahnya, La Pattinkeng. (Kasim, 2002).


Seiring perkembangan Kerajaan Bone, peraturan pertanahan dan hukum warisan diumumkan secara resmi pada waktu bersamaan untuk menjamin stabilitas hubungan di dalam komunitas (Matthes 1864, vol.1 : 466 – 68 dalam Andaya, 2006). Penguasa - penguasa berikutnya disebut telah meletakkan dasar bagi kemakmuran ekonomi. 


Penguasa ketiga Bone, La Saliyu Petta Karampelua, disanjung karena usahanya dalam meningkatkan jumlah tanah garapan dan pengetahuannya untuk urusan – urusan kerajaan (Matthes, 1864, vol. 1 : 471-2 ; Bakkers 1866 : 176-7 dalam Andaya, 2004).

Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone, disebutkan bahwa La Saliyu Karampeluwa tiga bersaudara. 


Saudara perempuannya yang bernama We Tenri Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan La Tenri Bali (suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang bernama We Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La Settia Arung Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali.


Anak La Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We Tenri Arung Amali yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke’. Anak La Saliyu Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung Paccing, adalah We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan sepupunya yang bernama La Tenri Bali Arung Kaju. 


Dari perkawinan itu lahirlah La Tenri Sukki, La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La Pateddungi To Pasampoi, La Tenri Gora Arung Cina juga Arung di Majang, La Tenri Gera’ To Tenri Saga, La Tadampare (meninggal dimasa kecil), We Tenri Sumange’ Da Tenri Wewang, We Tenri Talunru Da Tenri Palesse. (Lontaraq Akkarungeng ri Bone).


Setelah genap 72 tahun menjadi Arung Mangkaue’ ri Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa, ”Saya mengumpulkan kalian untuk memberitahukan bahwa mengingat usia sudah tua dan kekuatan saya sudah semakin melemah, maka saya bermaksud menyerahkan kekuasaan sebagai Arung Mangkau’ di Bone kepada pengganti saya, We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE”. 


Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka dikibarkan lah bendera WoromporongE. Setelah itu berkata lagi Arumpone, ”Di samping itu, saya menyerahkan kekuasaan dan perjanjian yang telah disepakati oleh orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk dilanjutkan oleh anak saya”. 


Setelah orang Bone kembali, hanya satu malam saja setelah menyampaikan pewaris takhtanya, Arumpone Petta Karempalua meninggal dunia dan di gantikan oleh Putrinya WE BANRIGAU naik tahta menjadi raja Bone ke IV dan yang mengawali periode kepemimpinan perempuan


La Saliyu Karampaleua digelari masyarakat Bone dengan sebutan Makkaleppie – Massao Lawelareng atau Puatta Lawelareng,


La Saliyu sangat menghormati pamannya. Dengan status raja Bone III, ia bahkan telah menguasai sebagian besar kerajaan kecil di sekitar Bone.


Kegiatan ekspansi yang ia lakukan, membuahkan hasil yang sangat memuaskan bila dibandingkan dengan Raja Bone ke II La Ummasa Petta Panre BessiE.


Karena luasnya wilayah kerajaan Bone pada masa itu, La Saliyu menciptakan pengaturan pada organisasi pemerintahan dengan cara menjadikan 3 wilayah administratif sesuai dengan pembagian dalam warna bendera Bone.


Seiring perkembangnya zaman,La Saliyu menerapkan kebijakan terkait penetapan peraturan pertanahan dan hukum warisan.


Pengumuman penetapan kebijakan ini dilakukan secara resmi dalam rangka penjaminan stabilitas hubungan dalam sebuah komunitas.


Dalam artian, bakal raja selanjutnya haruslah putra putri dari Raja Bone. Nyatanya, La Saliyu dikaruniai seorang anak perempuan.


Pada saat usianya genap mencapai 72 tahun, ia mengumumkan pada masyarakat Bone bahwa raja selanjutnya adalah putrinya sendiri dari istri keduanya We Tenri Roppo Arung Paccing


Sumber: Aliblog

Selasar.com Teddung Pulaweng