Rekayasa Opini Para Buzzer -->
Cari Berita

Rekayasa Opini Para Buzzer

Bugiswarta.com, Jakarta -- Pengarahan para pendukung alias buzzer dalam mengkampanyekan rancangan undang-undang cipta kerja, sungguh berbahaya untuk kelangsungan demokrasi kita.

Mereka lantang menyokong rencana aturan bikinan pemerintah bukan karena dengan sadar memahami dan menyetujui nya melainkan sebatas karena begitulah perintah pemberi ordernya.


Sejak Februari lalu sebuah agensi bernama Jaringan Bonus Demografi (JBD) aktif merekrut sejumlah selebritis dan influencer untuk mengkampanyekan dukungan terhadap RUU cipta kerja yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.


Tak jelas benar sumber dananya. mereka mengaku mendesain testimoni para pembentuk opini di media sosial untuk mengarahkan publik mendukung rencana aturan itu.


Hal itu tentu tidak bisa dibenarkan. Kampanye manipulatif semacam itu tidak mencerminkan pendapat original khalayak ramai. Aksi para selebritis dan Buzzer tersebut hanya menutupi setumpuk persoalan di balik RUU cipta kerja.


Apalagi belakangan terungkap ada artis yang disewa sebagai Buzzer tanpa tahu tujuan utama kampanye itu, yakni menggolkan RUU cipta kerja. Ini pembohongan pangkat 2, buzzer dimanipulasi untuk memanipulasi orang lain.


Memang ada buzzer yang mengklaim aksi mereka Tak ada bedanya dengan media massa yang biasa menerima iklan. Hal itu tentu Salah kaprah. Pertama, iklan dan testimoni buzzer jelas berbeda. iklan dibuat dengan garis api yang memisahkannya dengan sikap editorial dan pemberitaan media.


Sementara itu bagi seorang buzzer, sikap dan posisinya atas suatu isu yang jadi jualan utama. 


Kedua iklan harus jelas penandanya, tidak boleh dikaburkan dengan informasi lain. media yang menyamarkan iklan sebagai berita jelas melanggar kode etik jurnalistik.


Sanksi nya pun ada. Sebaliknya sampai saat ini rasanya tidak ada buzzer yang memberi taggar #Iklan badak ikan atau unggahan yang berbayar.


Jika dibiarkan kampanye buzzer mendukung RUU cipta kerja bisa membuat demokrasi kita turun kelas. Tak ada lagi perdebatan dan percakapan yang bernafas dan tulus di khalayak ramai. 


Kalaupun ada pihak yang berkoar-koar jangan-jangan semata karena terima bayaran. ruang publik kita lambat laun penuh aneka pendapat kosong dan asal bunyi para pendukung atau buzzer.


Pemerintah dan DPR tentu boleh-boleh saja bahkan harus menggalang dukungan publik untuk mendukung RUU cipta kerja. namun semestinya hal itu dilakukan secara terbuka tanpa membayar orang untuk beropini pro pemerintah. 


Debat yang sehat soal kebijakan publik akan meningkatkan kualitas aturan yang dibuat di Senayan. Tak hanya itu sudah saatnya pemerintah terbuka dan jujur mengenai relasi mereka dengan para pendengung.


Kelompok atau lembaga penyedia jasa buzzer sebaiknya juga terbuka menyampaikan siapa penyandang dana mereka. Hanya dengan keterbukaan semacam itu kita semua bisa terhindar dari pembohongan massal.


Editorial Koran tempo Rabu, 19 Agustus 2020