Berjudi Dengan Pelonggaran PSBB -->
Cari Berita

Berjudi Dengan Pelonggaran PSBB

Bugiswarta.com, Jakarta -- Pemerintah sebaiknya tidak serta-merta melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tanpa data yang memadai. Jika kurva epidemiologi belum melandai program restriksi bisa memicu lebih banyak penularan virus Corona.

ledakan wabah covid-19 yang tak terkendali justru bisa memperlambat proses pemulihan ekonomi Indonesia kelak.

rencana melonggarkan pembatasan Ini pertama kali disampaikan oleh menteri koordinator politik hukum dan keamanan Mahfud MD serta kepala gugus tugas percepatan penanganan Covid19 Doni monardo pada 4 Mei lalu.

Presiden Joko Widodo kemudian mengutarakan rencana sana ada dalam rapat kabinet yang mengevaluasi pelaksanaan PSBB pada 12 Mei.

Bisa ditebak, alasan utama pemerintah melonggarkan pembatasan adalah demi menggerakkan lagi ekonomi yang macet setelah wabah. Berbagi pembatasan memang menyebabkan semua perusahaan mengurangi aktivitas dan memperketat pengeluaran.

Macetnya roda ekonomi melumpuhkan banyak sektor dan orang pun kesulitan mencari nafkah. Pemutusan hubungan kerja tak terelakkan. sampai awal Mei lalu kementerian ketenagakerjaan mencatat setidaknya ada 1,7 juta penganggur baru di Indonesia.

niat pemerintah itu sah-sah saja tugas lembaga eksekutif adalah untuk memastikan hajat hidup orang banyak tetap selamat, salah satunya dengan menjaga roda perekonomian tetap bergulir.

public pun sedikit banyak sudah bersiap untuk berdamai dengan virus korona seperti anjuran Presiden Jokowi "the new normal" atau kondisi hidup baru setelah munculnya virus mematikan ini memang cepat atau lambat bakal terjadi.

akan tetapi sungguh tidak bertanggung jawab jika pelanggaran dilakukan tanpa data yang lengkap dan akurat. Sebelum rencana pembukaan ekonomi diberlakukan gugus tugas percepatan penanganan korona harus melipagandakan upaya pengujian massal sampai 10.000 sehari seperti permintaan Jokowi

Hanya dengan cara itu kita benar-benar punya gambaran memadai mengenai kurva penularan virus di negeri ini.

Saat ini selain soal melandai nya kurva penularan belum bisa diyakini. pasalnya jumlah mereka yang dites masih amat minim jika dibandingkan dengan populasi orang yang rawan tertular korona. 

Sampai pekan lalu Indonesia Baru melakukan sekitar 100 ribu tes atau 0,39 tetes setiap 1000 orang. Bandingkan dengan Vietnam yang melakukan 2,68 tetes per 1000 orang atau Singapura melakukan 30,2 tetes per 1000 penduduknya.

Selain itu gugus tugas belum memiliki kurva epidemiologi yang bisa menggambarkan perkembangan penularan penyakit di masyarakat berdasarkan data dan metode analisis yang tepat. 

Kurva penularan yang selama ini disampaikan pemerintah merupakan kurva berdasarkan laporan hasil tes resmi saja. Kurva semacam itu tidak valid sebagai dasar pengambilan kebijakan yang akuntabel.

Walhasil menyetop pembatasan sosial berskala besar tanpa ketersediaan data pendukung adalah keputusan yang sungguh sembrono. 

Khalayak ramai pun bakal ragu untuk keluar dari rumah mereka jika dasar keputusan pemerintah tak bisa dipertanggungjawabkan. Alih-alih menyelamatkan hidup orang banyak roda ekonomi bisa tersendat dan crisis lebih panjang bila terjadi.

Editorial Tempo Rabu 13 Mei 2020