Terlepas dari penyebabnya, apakah ini perang biologi, perang dagang, semesta marah, atau Tuhan lagi murkah, yang pasti corona adalah masalah semua orang, karena ini bencana kemanusiaan, corona ini bisa bersarang di tubuh siapapun,tanpa memandang status ekonomi, usia, derajat kesalehan, perempuan laki, kaum bangsawan dan jelata, miskin kaya, borjuis dan buruh, semua berpotensi jadi korban.
Kekhawatiran, kegelisahan, kesedihan, ketakutan, kecemasan, ancaman resesi ekonomi menjelma dalam kehidupan berbangsa kita hingga ke lorong lorong tersempit sekalipun.
Walau begitu mencekam dan menakutkan, tapi itu tidak menjadi alasan kita berfikir ngaur dan bertindak bodoh tanpa kajian dan telah yang mendalam. Ini tdk berarti bahwa kita vakum dan hanya berpikir menanti nasib menentukan takdir, ikhtiar perlu, semua upaya yg bisa dilakukan harus dimaksimalkan, tapi sekali lagi jangan ngawur.
Yang menyedihkan bagi saya kenapa corona ini seakan-akan semakin menjauhkan kita dari Tuhan, bukankah tempat satu-satunya kembali yg paling damai adalah tertidur lelap dan nyaman ada di sisi Tuhan.
Tidakkah kita berfikir jangan-janganini adalah undangan Allah agar kita segera kembali menata kehidupan sesuai dengan kehendak dan Irodat Nya, tidakkah kita berfikir ini adalah seruan semesta kepada bangsa ini agar kita kembali menyatukan segela potensi agar tata laksana penyelenggaraan pemerintahan dan tatanan sosial kembali kepada yg diperjuangkan para leluhur kita dengan mengorbankan harta, jiwa dan nyawanya.
Sederhananya adalah kenapa para pemangku kepentingan tidak menyerukan agar bencana corona ini dijadikan momen untuk mengevaluasi segala sendi- sendi kehidupan bermasyarakat yang juga lagi sakit parah. Jangan hanya mengandalkan sok-sok - an, sok jago, sok rohaniawan, sok pintar, sok cendekia, sok peduli, sok baik, sok pahlawan, dan sok-sok an lainya.
Khusus di Bone, daerah yang dikenal dengan spritualitas masyarakatnya yang sangat kental, kenapa, kenapa dan kenapa para Pemangku dimasa-masa karantina ini tak diserukan agar tiap orang, (khususnya yang beragama Islam) membaca surat yazin sebanyak tujuh kali sebagai tawwassul agar kita semua di selamatkan, kenapa tidak diserukan setiap Orang yang sudah baliq beristigfar tujuh ribu kali, bertawakal, bertasibih, bertahmid dan zikir lainnya, lalu masyarakat dihimbau dan difasilitasi agar masyarakat berdonasi/berinfak/bersedekah sebanyak Rp 10.000 atau semampu dan seikhlasnya, senang tiasa membersih kan diri, jiwa dan lingkungan
Serukan juga agar segala kesombongan, iri hati, dengki dendam, dan sifat tercela lainnya dihilangkan " siatting lima, sitinro olah, tessibelieang," sebagaimana keinginan kita memusnahkan virus corona.
Bukankah kah sejatinya kita ini memang tidak berdaya, di mata Tuhan kita ini manusia tidak lebih dari debu diatas daun, hanya dengan angin sepoi dan gerakan kecil kita akan terbang dan sirna, bukankah kah dimata corona ini manusia hanya seonggok daging busuk yg lezat dilahap.
Saya yakin beginilah cara para leluhur kita dalam memandang dan mengatasi masalah.
Dengan demikian boleh jadi corona ini adalah "kado terbaik" untuk hari jadi Bone ke 690. Karena dengan corona Bumi Arung Palakka menjadi lautan zikir banjir pahala, dan tentu langit Bone akan "bercahaya" dan menyatu degan malaikat dan makhluk suci lain akan menjadi benteng bagi segala bencana. Wallahu a'lam bi sawab