NCID : Hidup dan Matinya Demokrasi Indonesia Tergantung Penyelenggara -->
Cari Berita

NCID : Hidup dan Matinya Demokrasi Indonesia Tergantung Penyelenggara

Bugiswarta.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman angkat bicara soal demokrasi di Indonesia yang saat ini masih dalam berada kategori sedang walupun secara keseluruhan meningkat indeks demokrasi Indonesia (IDI) dari tahun 2016 sekitar 70% ke angka 72% pada tahun 2017.

akan tetapi dalam variabel IDI terdapat penurunan yaitu variabel hak-hak politik dan kemudian soal kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat mengalami penurunan. Hal tersebut jelas menandakan jika demokrasi di Indonesia khususnya pada rezim saat ini belum berdampak baik kepada kehidupan demokrasi Indonesia.

“Wajar saja variabel demokrasi di Indonesia menurun khususnya karena pada saat ini banyak kasus persekusi dan pelarangan forum-forum diskusi terlebih pula soal cara-cara penguasa yang represif membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa baru-baru ini, padahal opsisi di Negara demokrasi adalah anugerah bagi penguasa agar ia dapat mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang keliru”, tutur Jajat Jakarta, 1 Oktober 2018.

Jajat menambahkan, penurunan variabel demokrasi tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya. Pertama, persekusi dan pelarang forum-forum diskusi serta tindakan represif pembubaran demonstrasi kepada pihak oposisi. Kedua, media mainstream yang terlalu berpihak kepada penguasa dan mendiskreditkan oposisi. Ketiga, kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh oposisi dan reaktifnya penegakan hukum untuk menjerat pengguna media sosial dengan UU ITE. Keempat, makin banyaknya akademisi partisan yang berpendapat tidak sesuai dengan bidang keilmuannya dan nalar yang obyektif.

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya instabilitas politik yang berdampak kepada ketidakpercayaan publik pada penyelenggaraan pemilu 2019, khususnya setelah ditemukannya jutaan DPT ganda yang berindikasi pada kecurangan pemilu 2019. Perang opini antara media sosial dengan media mainstream disebabkan biasnya informasi soal keberhasilan pemerintah dengan fakta yang saat ini dihadapi oleh rakyat soal biaya hidup yang tinggi disebabkan ekonomi Indonesia yang tidak stabil.

“Untuk menetralisir gejolak instabilitas politik diperlukan peran para demokrat sejati, baik dari mulai pemimpin parpol, media mainstream obyektif, para akademisi murni tidak partisan dan penyelenggara pemilu yang luber dan  jurdil,  jangan sampai hasil pemilu 2019 baik legislatif maupun pemilihan Presiden menimbulkan ketidakpercayaan publik. Karena jika hal tersebut terjadi bisa saja rakyat menggugat legitimasi Pilpres 2019, bukan karena hasil adanya Presiden terpilih tetapi karena adanya potensi-potensi kecurangan yang dibiarkan tanpa adanya solusi, dan seharusnya hal-hal tersebut sudah mampu diantisipasi oleh petahana Jokowi, rakyat berpesan kepada Jokowi jangan sampai memenangkan kontestasi Pilpres dengan cara-cara tidak ksatria”, tutup Jajat.