Bugiswarta.com, Jakarta -- Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, pasca pilkada serentak 2018 yang diakhiri dengan adanya klaim sepihak sebagai pemenang pilkada oleh sebagian partai pendukung pemerintah menjadi ancaman nyata bagi PDIP sebagai partai penguasa. Pasalnya, Jokowi efek terbukti tidak mempengaruhi kemenangan PDIP dalam pilkada, selain itu dalam pemilu dan pilpres 2019 semua partai politik akan bersaing untuk dirinya masing-masing bahkan cenderung melupakan kesepakatan koalisi.
“Pelajaran berharga yang diambil dari pilkada serentak 2018 adalah partai koalisi pendukung Gubernur tidak bekerja secara efektif, hal ini disinyalir akibat adanya proses pemilihan Bupati/Walikota yang waktunya juga berbarengan belum lagi terjadi perbedaan koalisi antara pilbug dan pilbup yang menyebabkan kinerja mesin partai tidak berjalan maksimal. Kejadian serupa dipastikan akan terjadi sama saat pemilu 2019, meskipun secara dukungan politiknya diberikan kepada salah satu capres,namun mengingat prosesnya berbarengan dengan pemilihan legislatif saya kirasi akan sulit menunjukan kekuatan koalisi” tutur Jajat
Jajat menilai, tanpa adanya evaluasi secara menyeluruh kedepan PDIP tidak hanya akan kehilangan predikat sebagai partai penguasa namun yang lebih parahnya akan kehilangan Jokowi. Posisi Jokowi sebagai incumbent mempunyai nilai lebih dan Jokowi efek sudah terbukti dalam pilkada serentak 2018, dengan kata lain tanpa PDIP sekalipun saat ini Jokowi sudah mampu menunjukan pengaruhnya sebagai orang nomor satu.
“Pemilu 2019 akan menyuguhkan strategi politik secara total yang akan dilakukan oleh partai politik peserta pemilu tentu dengan tujuannya adalah memenangkan kursi sebanyak-banyaknya, sebaliknya bagi capres hal ini yang perlu diwaspadai karena jika hanya mengharapkan efektivitas dari mesin partai saya kira sangat sekeliru karena semua akan berjuang hanya untuk kepentingannya, beda halnya dengan capres yang mempunyai basic ketua umum partai tentunya dengan maju sebagai capres akan semakin memompa kinerja mesin partai secara maksimal”, tutup Jajat
“Pelajaran berharga yang diambil dari pilkada serentak 2018 adalah partai koalisi pendukung Gubernur tidak bekerja secara efektif, hal ini disinyalir akibat adanya proses pemilihan Bupati/Walikota yang waktunya juga berbarengan belum lagi terjadi perbedaan koalisi antara pilbug dan pilbup yang menyebabkan kinerja mesin partai tidak berjalan maksimal. Kejadian serupa dipastikan akan terjadi sama saat pemilu 2019, meskipun secara dukungan politiknya diberikan kepada salah satu capres,namun mengingat prosesnya berbarengan dengan pemilihan legislatif saya kirasi akan sulit menunjukan kekuatan koalisi” tutur Jajat
Jajat menilai, tanpa adanya evaluasi secara menyeluruh kedepan PDIP tidak hanya akan kehilangan predikat sebagai partai penguasa namun yang lebih parahnya akan kehilangan Jokowi. Posisi Jokowi sebagai incumbent mempunyai nilai lebih dan Jokowi efek sudah terbukti dalam pilkada serentak 2018, dengan kata lain tanpa PDIP sekalipun saat ini Jokowi sudah mampu menunjukan pengaruhnya sebagai orang nomor satu.
“Pemilu 2019 akan menyuguhkan strategi politik secara total yang akan dilakukan oleh partai politik peserta pemilu tentu dengan tujuannya adalah memenangkan kursi sebanyak-banyaknya, sebaliknya bagi capres hal ini yang perlu diwaspadai karena jika hanya mengharapkan efektivitas dari mesin partai saya kira sangat sekeliru karena semua akan berjuang hanya untuk kepentingannya, beda halnya dengan capres yang mempunyai basic ketua umum partai tentunya dengan maju sebagai capres akan semakin memompa kinerja mesin partai secara maksimal”, tutup Jajat