NCID : Beda Mahar Politik Dengan Uang Saksi Dalam Demokrasi Indonesia -->
Cari Berita

NCID : Beda Mahar Politik Dengan Uang Saksi Dalam Demokrasi Indonesia

Bugiswarta.com, Jakarta -- Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, fenomena mahar politik pasca adanya pengakuan dari La Nyala Matiliti dalam pencalonan pilgub Jawa Timur harus dicermati secara seksama. Pasalnya, sebelumnya dijelaskan oleh La Nyala sendiri uang sebesar Rp 40 miliar yang di minta ketua umum Prabowo Subianto akan digunakan untuk saksi dalam pilkada.

“Uang mahar kerap distigmakan sebagai uang pelicin agar partai politik mau mengusung calon tertentu, namun dalam konteks ini jelas berbeda karena ada pengakuan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk pembayaran saksi.
Saksi yang dimaksud adalah orang  yang ditugaskan oleh partai maupun kandidat tertentu diluar saksi yang disediakan negara yang dalam hal ini bawaslu, sebaliknya munculnya saksi partai maupun kandidat bisa jadi karena kurangnya rasa kepercayaan kepada saksi yang dibiayai oleh negara,” tegas Jajat.

Jajat menilai, penggiringan opini publik tentang adanya mahar politik ini secara tidak langsung merupakan upaya untuk mendagradasi partai politik khususnya dalam hal ini Gerindra yang secara kebetulan menjadi pemeran utama, padahal jika dikaji dengan seksama adanya saksi dari partai maupun kandidat yang maju dalam pilkada merupakan kebutuhan pokok karena berkaitan langsung dengan akses data valid untuk kepentingan teknis proses pemilihan dan itu merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses demokrasi di Indonesia.

“Polemik ini tentu akan sangat merugikan partai politik karena akan dianggap menciderai proses demokrasi, namun sekali lagi uang saksi dalam pemilu maupun pemilukada menjadi salah satu faktor biaya politik menjadi lebih tinggi  dan merupakan konsekunsi dari pemilihan langsung, saya kira sangat aneh dan berlebihan jika ada kandidat yang akan maju dalam pemilihan tidak mengetahui akan hal ini, karena biaya saksi partai tidak di tanggung oleh negara, tapi ditanggung oleh partai maupun kandidat itu sendiri” tutup Jajat.

Usman