BUGISWARTA.com, JAKARTA.com---Direktur Eksekutif Bimata Politica Indoneisa (BPI) Panji Nugraha mengatakan, rencana pemerintah untuk menjual berbagai asset negara seperti jalan tol, pelabuhan serta bandara mendapat kecaman publik dan tak terlepas pula soal holding BUMN tambang yang dipimpin PT. INALUM dengan anggota holding adalah PT. aneka Tambang, PT. Bukit Asam dan kemudian PT. Timah tbk, yang dinilai proses holding tersebut ditetapkan secara sepihak dengan tidak mengunakan proses sebagaimana mestinya.
“Rencana Pemerintahan Jokowi dengan ‘menjual’ asset Negara tol, bandara, pelabuhan serta holding BUMN secara sepihak tanpa meminta persetujuan DPR RI terindikasi terdapat pelanggaran UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU BUMN, karena nilai asset ketiga BUMN tersebut diatas 100 milyar rupiah, dan seharusnya DPR sudah dapat melakukan tindakan dengan memanggil Presiden”, tutur Panji.
Panji menilai, secara kekuasaan bernegara eksekutif tidak dapat membuat kebijakan sepihak jika objeknya adalah asset Negara atau asset public perlu persetujuan DPR RI, dalam hal baik itu menjual, menggadaikan bahkan melakukan IPO atau swastanisasi BUMN dengan syarat sudah tidak menguntungkan secara ekonomi, dan secara politik kebijakan tersebut justru akan membuat publik mengingat janji Jokowi yang akan melakukan buy back Indosat yang hingga kini tidak terealisasi, kemudian yang perlu diwaspadai adalah persepsi publik atas kebijakan tersebut bukan tidak mungkin menyamakan Jokowi dengan rezimnya Megawati Soekarnopoetri.
“Kebijakan Jokowi dinilai public selama memimpin tidaklah populis tidak seperti saat menjabat seperti Gubenru DKI Jakarta, yang selalu memperhatikan kepentingan rakyat dan asset Negara, dan terkhusus kebijakan sepihak tersebut secara perhitungan politik hanya akan memendam keterpilihan masyarakat kepada Jokowi 2019, karena kebijakan tersebut bukan hanya tidak disukai berbagai kalangan baik dari masyrakat kelas bawah hingga akdemisi, akan tetapi merugikan negara kedepannya”, tutup Panji
USMAN/SAHAR