Kaprodi Sosiologi Universitas Sawerigading Raih Doktor -->
Cari Berita

Kaprodi Sosiologi Universitas Sawerigading Raih Doktor

BUGISWARTA.com, MAKASSAR -- Ketua Program Studi (Prodi) S1 Sosiologi Universitas Sawerigading (UNSAMakassar), Adi Sumandiyar, S.Sos, M. Si , pada hari  Senin 20 Februari 2017, sudah berhak menyandang gelar doktor sosiologi PPs Universitas Negeri Makassar (UNM), setelah berhasil mempertahankan desertasinya dihadapan tim penguji yang dipimpin oleh Direktur PPS-UNM, Prof. DR. Jasruddin, M. Si.
        
Dalam ujian prosisi, Adi Sumandiyar memperoleh nilai 3,82 dengan predikat sangat memuaskan. Dosen Tetap Yayasan  ini meneliti Studi Atmosfer Politik Maros di Indonesia dengan judul "Relasi Penguasa dan Pengusaha".
         
Dalam desertasinya diuji oleh  sejumlah tim penguji, di antaranya adalah Prof. DR. Ir. Darmawan Salman, M. Si (Promotor),  DR. Ir. Imam Muahidin Fahmi, M.T. Dev (Co-promotor), Prof. DR. Andi Ihsan, M. Kes, Prof. DR. Andi Agustang, M. Si, Prof. DR. Ir. Didik Rukmana, M.S, Prof. Ir. Saleh S. Ali, Ph. D dan Prof. DR. Armin Arsyad, M. Si (penguji eksternal).
        
Adi panggilan akrab Adi Sumandiyar adalah putra kelahiran Maros  15 April 1983  dari pasangan  H. Abdul Rochim, B. R., dan Hj. Sitti Saddiyah Yohannes Erong (almh). Adi yang juga sebagai ketua IKA Unsa merupakan doktor ke-119 Sosiologi UNM dan doktor ke-9 di Universitas Sawerigading Makassar.
        
Turut hadir dalam ujian promosi, Rektor Unsa, Prof. Dr. A. Melanti Rompegading, SH, MH., Ketua Yayasan Perguruan Sawerigading Makassar, Susanti Mutia Syahadat, S. Sos., M. Si, Wakil Rektor I dan III, Dra. Hj. Mardiani, M. Hum, DR. Amran Syahruddin, SH., M. Hum, Dekan Fisip Unsa, DR. Muhammad Yahya, M. Si, Dekan Hukum, Dr. Hj. Asmah, SH, MH.,  serta para dosen Unsa dan undangan lainnya.
         
Ada hal yang menarik  dalam ujian promosi kemarin, mantan konsultan perencanaan wilayah  kawasan Timur Indonesia ini, sebelum memulai mempresentasikan hasil disertasinya, ia diminta terlebih dahulu mencium tangan orang tuanya, hanya kepada bapaknya, karena ibunya sudah almarhumah.
          
Adi dalam disertasinya, menegaskan bahwaada tiga poin yang sangat berpengaruh dalam penelitian ini, yakni poin pertama, formasi wacana yang terbentuk  dalam relasi  penguasa dan pengusaha. Wacana formasi yang berkembang adalah wacana kesejahteraan, wacana transparansi  dan akuntabilitas daerah, wacana investasi dan perdagangan, wacana pertambangan sebagai investasi daerah, wacana dampak lingkungan pertambangan, serta wacana proses pengerjaan proyek.
         
Dari sekian banyak wacana yang disebutkan tersebut, dalam penelitian ini Adi melihat bahwa ada wacana yang bertentangan dan ada pula wacana yang searah. Ini dapat dilhat dari siapa aktor yang memainkannya wacana tersebut. Seperti wacana kesejahteraan itu searah dengan aktor yang dimainkan oleh pemerintah, sementara wacana transparansi dan akuntabilitas daerah serta dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proyek tersebut adalah  wacana yang bertentangan dengan pemerintah.
         
Adapun poin kedua, adalah pola relasi pengusaha dengan penguasa dalam atmosfer politik bermula dari pengusaha memberikan dukungan kepada penguasa yang berkontestasi pada pemenangan politik dan berakhir dengan dukungan kepada pemenang  pada saat berkuasa. Serta poin ketiga, pola relasi penguasa dengan pengusaha dalam atmosfer ekonomi politik adalah penguasa membalas budi melalui pemberian kebijakan perizinan investasi, pemberian kebijakan proyek  yang sumber dananya dari  APBD.
       
 "Pengusaha yang bermain di sektor wacana ini adalah pengusaha yang memiliki modal besar yang mampu menggerakkan usaha pertambangan, galian dan mineral batubara", ujar Ketua IKA Unsa.
         
Lain halnya dengan Prof. Andi Agustan,  dia menyanggah, karena tidak terlalu sependapat ketika relasi penguasa dan pengusaha harus dihilangkan. Menurut Andi Agustan, penguasa dengan pengusaha tidak bisa dihilangkan, karena ibarat gula dengan semut. Hal yang kemudian perlu untuk diperbaiki dalam relasi ini adalah bagaimana masyarakat dibuat cerdas, karena menurutnya, masyarakat selama ini tidak berdaya karena pendidikan politiknya sangat kurang sehingga gampang dibuat 'dongo-dongo'. 

NASRULLAH/USMAN & MULIANA AMRI