Makassar, Bugiswarta.com -- Belum diputus oleh Mahkamah Agung, terkait perkara dugaan korupsi dana bansos kedelai 2013, yang merugikan negara hingga Rp. 3,5 milyar, mantan pejabat tanaman pangan dan hortikultura/ Kadis Pertanian Yuliana kembali dituntut pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum kejari soppeng pada hari ini (31/1/2017), di PN tipikor Makassar.
Yuliana kembali dituntut karena, ketika menjabat sebagai kadis tanaman pangan Soppeng, yang telah membayar gaji PNS bawahan dan rekan kerjanya yang berstatus Napi dan mantan napi, yakni Mursyid dan Yusliati.
Informasi yang diperoleh bugiswarta.com Mursyid dan Yusliati merupakan pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga milyaran rupiah. Namun, telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, serta berkekuatan hukum tetap, namun Yuliana saat menjabat sebagai kepala dinas tetap membayar gajinya secara utuh seperti PNS yang rajin masuk kerja.
Padahal, Yuliana mengetahui bahwa Mursyid dan Yusliati adalah koruptor yang telah jelas-jelas tidak melaksanakan kewajibannya selaku PNS bahkan telah melanggar hukum, melanggar sumpah jabatan dan telah merugikan keuangan negara, akan tetapi Yuliana tetap membayar gajinya.
Yuliana seharusnya mengusulkan Mursyid untuk dipecat tidak dengan hormat, namun Yuliana telah dengan sengaja tidak melakukan yang menjadi kewajiabnya. Bahkan, setelah mursyid selesai menjalani pidana selama kurang lebih 3 tahun, tidak masuk ke kantor tetapi yuliana tetap menggajinya dengan uang negara.
Selain dituntut pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan, oleh jaksa penuntut umum, Yuliana juga dikenakan membayar denda 100 juta dan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan 6 bulan.
Berdasarkan Pasal 7, 8 PP 44 tahun 1966, PP 53 tahun 2010 serta pasal 87 (4) huruf b UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN telah ditegaskan bahwa PNS yang terlibat tindak pidana kejahatan Jabatan, harus dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa dipecat tidak dengan hormat.
Pasal 87 (4) huruf (b), UU R.I. Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (diundangkan 15 Januari 2015), yang dinyatakan ; "Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan"
Dalam PP 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS pada Pasal 24 ; dinyatakan;
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan.
Ketentuan tersebut tidak diindahkan oleh Yusliana selaku Kadis tanaman pangan dan holtikultura Soppeng. Dan ketentuan tersebut diantaranya yang dijadikan jaksa penuntut umum kejari soppeng sebagai dasar menuntut Yuliana.
Menurut jaksa, dalam tuntutannya, perbuatan Yuliana merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah dan memenuhi anasir unsur pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU NO 20 Tahun 2001
Setelah mendengar tuntutan jaksa, Yuliana menyampaikan akan mengajukan pembelaan.
Majelis hakim kemudian memberi waktu kepada Yuliana untuk menyampaikan pembelaannya pada persidangan selanjutnya.
Diketahui, pasca penyidikan oleh jaksa kejari soppeng terhadap kasus tersebut, akhirnya pemkab soppeng memecat PNS yang berstatus mantan napi yang telah melakukan korupsi/tindak pidana jabatan.
"Semoga tidak ada lagi koruptor yang menjabat sebagai Apatur Sipil Negara, dan ketentuan hukuman disiplin tingkat berat terhadap ASN yg korup harus ditegakkan", harapan Kajari Soppeng, Atang Pujiyanto, S.H., M.H.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum kejari soppeng pada hari ini (31/1/2017), di PN tipikor Makassar.
Yuliana kembali dituntut karena, ketika menjabat sebagai kadis tanaman pangan Soppeng, yang telah membayar gaji PNS bawahan dan rekan kerjanya yang berstatus Napi dan mantan napi, yakni Mursyid dan Yusliati.
Informasi yang diperoleh bugiswarta.com Mursyid dan Yusliati merupakan pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga milyaran rupiah. Namun, telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, serta berkekuatan hukum tetap, namun Yuliana saat menjabat sebagai kepala dinas tetap membayar gajinya secara utuh seperti PNS yang rajin masuk kerja.
Padahal, Yuliana mengetahui bahwa Mursyid dan Yusliati adalah koruptor yang telah jelas-jelas tidak melaksanakan kewajibannya selaku PNS bahkan telah melanggar hukum, melanggar sumpah jabatan dan telah merugikan keuangan negara, akan tetapi Yuliana tetap membayar gajinya.
Yuliana seharusnya mengusulkan Mursyid untuk dipecat tidak dengan hormat, namun Yuliana telah dengan sengaja tidak melakukan yang menjadi kewajiabnya. Bahkan, setelah mursyid selesai menjalani pidana selama kurang lebih 3 tahun, tidak masuk ke kantor tetapi yuliana tetap menggajinya dengan uang negara.
Selain dituntut pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan, oleh jaksa penuntut umum, Yuliana juga dikenakan membayar denda 100 juta dan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan 6 bulan.
Berdasarkan Pasal 7, 8 PP 44 tahun 1966, PP 53 tahun 2010 serta pasal 87 (4) huruf b UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN telah ditegaskan bahwa PNS yang terlibat tindak pidana kejahatan Jabatan, harus dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa dipecat tidak dengan hormat.
Pasal 87 (4) huruf (b), UU R.I. Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (diundangkan 15 Januari 2015), yang dinyatakan ; "Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan"
Dalam PP 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS pada Pasal 24 ; dinyatakan;
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan.
Ketentuan tersebut tidak diindahkan oleh Yusliana selaku Kadis tanaman pangan dan holtikultura Soppeng. Dan ketentuan tersebut diantaranya yang dijadikan jaksa penuntut umum kejari soppeng sebagai dasar menuntut Yuliana.
Menurut jaksa, dalam tuntutannya, perbuatan Yuliana merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah dan memenuhi anasir unsur pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU NO 20 Tahun 2001
Setelah mendengar tuntutan jaksa, Yuliana menyampaikan akan mengajukan pembelaan.
Majelis hakim kemudian memberi waktu kepada Yuliana untuk menyampaikan pembelaannya pada persidangan selanjutnya.
Diketahui, pasca penyidikan oleh jaksa kejari soppeng terhadap kasus tersebut, akhirnya pemkab soppeng memecat PNS yang berstatus mantan napi yang telah melakukan korupsi/tindak pidana jabatan.
"Semoga tidak ada lagi koruptor yang menjabat sebagai Apatur Sipil Negara, dan ketentuan hukuman disiplin tingkat berat terhadap ASN yg korup harus ditegakkan", harapan Kajari Soppeng, Atang Pujiyanto, S.H., M.H.
Laporan Usman Al-Khair