Kopi Hitam untuk Puang Baso 'Bupati Bone' -->
Cari Berita

Kopi Hitam untuk Puang Baso 'Bupati Bone'

Subarman Salim
Penulis : Subarman Salim

Empat tahun berlalu sejak Puang Baso terpilih. Dan kini menjelang akhir tahun, ternyata tak (belum) ada lawan politik yang berani menantang.

Ini bisa saja mengindikasikan dua hal: perjalanan mulus periode kedua atau ini justru membuat terlena. Sebenarnya dua indikator itu selalu sepaket.

Jika tak ada lawan, perjalanan dipastikan lancar, namun resikonya pembangunan bisa saja tak visioner atau tak mengacu prioritas. Sebab, pemimpin yang tak punya oposisi, cenderung menjadi despotis. Semoga tidak dengan Puang Baso.

Karenanya, kita tidak boleh terlena dengan bangunan monumen dan indahnya taman. Sebab, mereka yang di pesisir dan di pelosok, masih banyak yang hidupnya sangat susah.

Monumen itu hanya aksesoris, itu tidak dibutuhkan oleh warga miskin yang masih diharuskan bayar iuran BPJS. Taman taman itu semacam lipstik, tak ada gunanya bagi mereka yang makan sehari saja susah.

Puang Baso mungkin saja melihat jalan mulus menuju dua periode. Tapi, apa gunanya kekuasaan kalau masih banyak rakyat yang belum menyentuh garis sejahtera? Apa gunanya kepemimpinan yang tak meninggalkan bekas di hati masyarakatnya.

BACA JUGA
Puang Baso, masih ada setahun sebelum periode pertama berakhir. Pilihan tentu saja ada di tangan anda: meneruskan tren membangun monumen dan taman atau memilih mendengarkan keluhan keluhan warga yang dulu sangat mengharapkan perubahan nasib mereka di tangan Puang Baso.

Setahuku, Puang Baso dulu rajin ngopi. Saya sarankan sesekali coba kopi hitam dengan sedikit (atau tanpa) gula, akan lebih terasa pahitnya. Tapi itu tentu tidak lebih pahit dari hidup warga disabilitas, pedagang kecil yang dililit utang rentenir, petani yang kekurangan pupuk, atau siswa yang urung kuliah karena tak punya biaya, atau nelayan rumpon yang menyabung nyawa.

Saya yakin masih ada warga yang menyimpan kalender empat tahun lalu itu, yang di dalamnya ada janji kampanye. Mereka menyimpannya karena ada gambar pemimpin idolanya, ada juga yang mungkin berharap suatu waktu bisa merasakan janji kampanye itu menjadi nyata.

Ohya, Saya kira Puang Baso juga perlu tahu berita ini. Kemarin saya dapat kabar, seorang warga Bajoe meninggal dunia saat menjalani pekerjaannya sebagai penyelam rumpon. Laki-laki itu meninggalkan seorang istri yang baru saja melahirkan anak pertamanya.

Kata teman, kasus naas itu bukan hanya kali ini, namun terkesan ditutupi mengingat resiko yang harus dihadapi oleh punggawa yang punya rumpon.

Puang, tadi pagi nyaris saya menabrak seekor sapi jantan hitam di depan Mesjid Raya, hehe.

Kopi memang pahit Puang, obat pun begitu.

Tabe, Puang Baso