Penulis Badiana, S.Pdi. Tulisan Ini dibuat untuk memperingati hari guru di Indonesia yang jatuh pada tanggal 25 November 2016
OPINI, Bugiswarta.com -- Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah dimulai, dan era globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020. Kedua tantangan tersebut merupakan ujian berat yang harus dilalui dan dipersiapkan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Kunci sukses dalam menghadapi tantangan yaitu terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal penting yang harus ditingkatkan secara sungguh-sungguh . Karakter Mentalitas merupakan aspek yang sangat penting dari kualitas SDM.
Pemerintah melalui kementrian pendidikan nasional telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar sampai perguruaan tinggi. Program ini harus dijalankan secara efektif. Sebab, pendidikan merupakan wahana pengubahan kepribadian dan pengembangan diri. Akan tetapi, selama ini dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi
Dunia Pendidikan dimanjakan oleh budaya potong kompas, menihilkan proses kreatif mendidik manusia. Diakibatkan merajalelanya sebuah adegan Mistik yang dapat disaksikan dimedia cetak atau media Elektronik, Dimana saat siswa-siwsi akan menghadapi ujian nasional maka menyelenggaraka
Keberadaan fenomena "mistik" merupakan bentuk pelarian dari ketidakmampuan mereka keluar dari budaya potong kompas (instan) diakibatkan sistem pendidikan nasional tidak kuasa memompa daya kratifitas dan nalar peserta didik sehingga mereka terbelenggu oleh kesadaran mistik –teologis.
Inilah kenyataan sekarang yang terjadi di dunia pendidikan. Praktik-praktik
Dunia pendidikan dinilai hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan
Mengapa pendidikan belum mampu mengubah prilaku warga bangsa menjadi lebih baik? Mengapa kejujuran, komitmen, keuletan, kerja keras, hingga kesalehan (kesalehan pribadi dan kesalehan sosial) seolah lepas dari persoalan pendidikan?, Bagaimana masa depan indonesia jika generasi penerusnya tidak memiliki karakter yang kuat dan jati diri? Keprihatinan ini telah menjadi keprihatinan nasional. Pada perayaan hari raya Nyepi di jakarta tahun 2010, Presiden Republik Indonesia menyampaikan pesannya yaitu Pembangunan watak (charakter building) sangat penting. Sebagai tindak lanjut pidato presiden, maka salah satu program 100 hari kementerian pendidikan nasional adalah pendidikan karakter.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Jadi, pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembentukan karakter. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah kepribadian, berprilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Lain hal dengan pendapat Tadzkiroatun Musfiroh menurutnya, karakter mengacu pada serangkai sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Pendidikan dianggap belum mampu melahirkan warga negara yang berkualitas, baik prestasi belajar maupun berperilaku baik. Dapat disaksikan dimedia cetak dan elektronik banyak sekolah yang berlebel unggulan tapi kualitas dari siswa dan siswinya masih dipertanyakan karena masih terjadi aksi kejahatan terhadap teman, tawuran, gemar menyontek, pornografi dan mencuri.
Sekolah hanya memberi penekanan pembelajaran yang fokus pada penguasaan materi. Bahkan siswa yang akan menempuh ujian nasional diberi tambahan jam pelajaran, dengan harapan nilai ujian nasional (UN) tinggi. Seakan-akan sekolah didirikan hanya semata-mata untuk mencerdaskan otak bukan untuk melatih dan mengembangkan semua potensi, mulai dari emosi, pikiran, karakter dan jiwa. Selama ini hanya berpatokan pada nilai sehingga aspek yang lain akan terabaikan dengan sendirinya. Padahal, peserta didik belajar guna mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akan datang.
Dalam fase kehidupan manusia seorang pendidik mempunyai andil pada proses pembentukan mentalitas. Guru yang memiliki makna " digugu lan ditiru" (dipercaya dan dicontoh) oleh karena itu profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan mentalitas yang kuat. Untuk mengarahkan peserta didik dalam membentuk mentalitas yang kuat didalam dirinya.
Seorang pendidik diharapkan menjadi pendidik yang insipratif. Pendidik yang keberadaanya memberikan semangat berkreativitas dan menjadi inspirasi bagi para peserta didiknya.
Dwi Budiyanto dalam bukunya yang berjudul " Prophetic Learning" mengungkapkan beberapa ciri guru yang inspiratif yaitu : aktif, dialogis dalam berkomunikasi didalam kelas sehingga tidak hanya satu arah dari guru saja, fokus pada potensi yang dimiliki oleh mitra belajar, memberikan pemecahan masalah (hasil) dengan menerapkan struktur berfikir ilmiah, menerapkan berbagai macam cara dalam mengajar dan menganggap orang lain sebagai sahabat dan mitra belajar.
Penulis pernah menemukan konsep model pembelajaran yang kreatif di media tribun timur dimana seorang mahasiswa pasca UNM makassar " Aspikal" jurusan Pendidikan matematikan merancang model pembelajaran interaktif komunikatif dan saling membantu, untuk guru dalam menyampaikan pokok pembahasan kepada siswa agar siswa dapat menerima materi tersebut dan bisa tahan lama dalam ingatan siswa, model pembelajaran yang dimaksud adalah pair-help-check (berkelempok-me mbantu-mengecek ).
sebelum menggunakan model pembelajaran ini terlebih dahulu guru harus mengetahui yang mana siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. karena siswa dibagi kelompok secara heterogen dengan kelompok atas dan kelompok bawah itu. setelah guru menyampaikan garis besar pokok pembahasan maka guru membagi kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat orang, dua diantaranya siswa yang termaksud kelompok atas dan dua dari kelompok bawah.
setelah itu setiap kelompok dibagi dua secara berpasangan (kelompok atas harus berpasangan kelompok bawah) dan setiap pasangan hanya menyediakan satu alat tulis dan satu buku yang dipakai untuk menjawab. dan pasangan ini membagi peran, ada peran sebagai pekerja dan ada sebagai pembimbing. setelah itu guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) LKS ini harus berjumlah genap. nomor 1 dan 2 harus punya tingkat kesulitan yang sama. siswa yang berperan pekerja dipersilahkan kerjakan soal no 1 dan siswa sebagai pembimbing membimbing temannya yang sedang mengerjakan soal.
setelah dikerjakan maka tukar peran untuk menjawab soal no 2 begitu seterusnya. sampai semua soal terjawab. setelah selesai maka setiap kelompok bertukar jawaban untuk mengecek apa langkah-langkah sudah tepat dan memproleh jawaban yang benar. kalaupun tidak maka siswa diminta menjelaskan dimana letak kesalahannya. jadi siswa selain diminta untuk menjawab benar, siswa juga dituntun untuk menemukan kesalahan-kesal ahan dalam menjawab soal.
Model pembelajaran ini dinilai sangat efektif karena siswa dituntun untuk saling kerja sama dan saling membantu, dalam hal ini sesuai dengan tuntutan pendidikan berkarakter bahwa ada nilai-nilai afektif yang bisa dicapai yaitu apabila suatu pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama maka akan terasa mudah. dan siswa dilatih untuk menjadi pembimbing dan motifator terhadap pasangannya.
mudah-mudahan model pembelajaran ini dapat membantu guru supaya lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan pokok pembahasannya supaya siswa tidak jenuh mengikuti pelajaran dan menilai pembelajaran adalah suatu hal yang menarik. Menurut penulis ini merupakan suatu model pembelajaran yang sangat strategis dalam dunia pendidikan (khsusnya pendidikan formal). Dimana guru memiliki peran yang sangat strategis. Seorang guru yang baik, dalam mengajarkan suatu materi kepada peserta didiknya, dia tidak hanya sekedar mentrnsfer pengetahuan tetapi juga memberikan pemahaman tentang bagaimana berfikir dan bersikap ilmiah. (Usman Al-Khair)