JAKARTA, Bugiswarta.com -- Gagasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerapkan sekolah lima hari sehingga muncul istilah full day school mengundang pro-kontra banyak pihak.
Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Andi Yuslim Patawari mengatakan jika kebijakan itu hanya cocok dengan kondisi daerah perkotaan.
Karena memang sistem ini, kata Yuslim, didasarkan pada alasan menyesuaikan dengan waktu kerja orang tua murid atau siswa dari rata-rata masyarakat yang tinggal di perkotaan.
"Sistem atau rencana kebijakan ini memang cocoknya untuk masyarakat kota. Untuk di desa atau di kampung, kebijakan ini belum sepenuhnya tepat. Karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan," ujarnya.
Mantan wakil ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulsel ini, menyebutkan, di daerah seperti Sulsel yang berada di pegunungan tidak memungkinkan diterapkan.
"Belum lagi dari aspek sosiologi untuk masyarakat desa yang mayoritas masih berbasis pertanian. Anak-anak di desa rata-rata membantu orang tua untuk berkebun atau bersawah. Jadi kalau seharian untuk sekolah, kapan mereka membantu orang tua ke sawah," lanjutnya. (*)