Opini : Anomali Kartini -->
Cari Berita

Opini : Anomali Kartini

Oleh : Nirwana Kabid Ristek DPD IMM Sulawesi Selatan 2013-2015

Masyarakat Indonesia mengenang hari kartini sebagai hari kemerdekaan kaum perempuan, dari ceremony hingga filosofi masyarakat memaknainya sebagai perwujudan nasionalisme dan keberpihakan terhadap kaum perempuan. 

Beragam warna dapat kita lihat mulai dari hal yang sederhana sampai dengan ceremonial yang megah, ada yang bersanggul dengan pakain jawa, memakai pakaian modern, ber arakan dalam sebuah karnaval, pentas seni dan sebagainya, namun kadang kala hal ini hanya menjadi simbolik saja. Hal inilah yang menjadi kegelisahan bangsa kita ditengah polemik yang tak kunjung usai, bahwa momentum yang seharusnya menjadi ajang refleksi diri utamanya kaum perempuan hanya dimaknai secara simbolik saja.  

Memoar  Perjuangan Kartini

Kartini adalah salah satu  perempuan yang dikenang paling berjasa terhadap perubahan yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini adalah emansipasi wanita atau pengangkatan derajat kaum wanita dari predikat yang direndahkan bahkan cenderung di tindas kederajat yang disamaratakan hak dan kewajibannya dengan kaum laki – laki utamanya dalam hal partispasi dan pendidikan.

 Sebagai anak seorang bupati Kartini hidup dalam keluarga yang berkecukupan, sejak kecil dia dimasukkan kedalam sekolah elit orang – orang eropa yaitu Europese lagere school (ELS) dari tahun 1885 – 1892. 

Dari sekolah itulah kartini banyak bergaul dengan orang -  orang eropa dan mempunyai modal membaca dan menulis, dimana pada masa itu masih sangat kurang perempuan yang bisa  baca tulis. Pemikiran – pemikiran cerdas Kartini tentang kemajuan perempuan – perempuan belanda dimulai dari ketekunannya membaca surat kabar dan majalah yang ada pada saat itu. 

Keresahan utama kartini pada saat itu  seputar adat jawa yang menurutnya sangat patriarki dan menjadi penghambat kemajuan perempuan, dimana perempuan dewasa sangat dibatasai ruang geraknya baik untuk menuntut ilmu ataupun berpatisipasi aktif dimasyarakat. 

Keresahan kartini tidaklah sia – sia berkat kegigihanya melepaskan perempuan dari belenggu patriarki lahirlah semboyang habis gelap terbitlah terang yang menggema sebagai wujud lahirnya sebuah gerakan pembebasan  hak kaum wanita dari diskriminasi  pada tataran tradisi dan budaya dalam kehidupan social.

Anomali Kartini

Gegap gempita  peringatan  hari Kartini setiap tanggal 21 april seyogyanya tidak hanya menjadi rutinitas yang tanpa makna, pemaknaan yang masih bias bahkan cenderung absurd dikalangan masyarakat pun harus diluruskan hari kartini hanya dikenang tanpa dimaknai di tiru tapi tidak diteladani. 

Tag line gerakan kartini seperti diskriminasi, marginalisasi, pengisolasian gender ataupun emansipasi seharusnya dimaknai secara lebih luas tidak terbatas pada paham kesetaraan antara laki – laki dan perempuan  dalam segala hal.  

Anomali pemaknaan esensi perjuangan kartini ini menjadikan banyak perempuan kebablasan. Dengan alibi emansipasi, justru membuat banyak perempuan lupa akan kodrati mereka sebagai perempuan,  meskipun konteks perjuangan kartini dahulu berbeda dengan zaman sekarang sejatinya semangat perjalanan perjuangan kartini lah yang harus diteladani. 

Bahwa perempuan harus berpendidikan tinggi bukan untuk menjadi saingan kaum laki – laki melainkan agar dia bisa menjadi pendidik yang matang bagi generasi bangsa ini, bahwa perempuan ingin berpartisipasi dalam pembangunan bukan untuk menunjukkan bahwa mereka juga bisa melakukan apa yang dilakukan laki – laki melainkan karna kesadaran kita sebagai mahluk sosial dimana diluar sana ada banyak orang yang berhak menerima bantuan dan perhatian baik berupa ilmu dan keterampilan kita diluar dari keluarga terdekat kita sendiri. 

Pemaknaan  terhadap perjuangan kartini seharusnya terwujud dalam keseriusan kaum wanita mendalami perannya dalam segala aspek kehidupan. sebagaimana layaknya Kartini di zamannya, Kartini – Kartini masa kini harus mampu mengejawantahkan kecerdasannya agar bermanfaat bagi orang – orang disekitarnya, tanpa mengabaikan tugas utamanya sebagai perempuan.

 Tidak menjadikan laki – laki sebagai saingannya melainkan menjadikan laki – laki sebagai partner dalam memaksimalkan perannya baik di keluarga maupun masyarakat.

 Semoga semangat perjuangan  kartini senantiasa terpatri sebagai wujud pencerahan kita kaum perempuan dari kejumudan  menuju pencerahan pemikiran agar dapat mengambil peran strategis dalam kemajuan bangsa sesuai dengan kodrat kita sebagai perempuan. 

(######)