Masjid Tua Katangka Saksi Bisu Kehadiran Islam di Sulawesi Selatan -->
Cari Berita

Masjid Tua Katangka Saksi Bisu Kehadiran Islam di Sulawesi Selatan

Masjid Tua Katangka Gowa, atau biasa juga disebut Masjid Tua Al-Hilal Katangka. Masjid ini dibangun sekitar 1603 pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV, Sultan Alauddin I. Renovasi beberapa bangunan masji  diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I., Prof. Dr. Haryati Soebadio,  6 Februari 1981.
        
Usia masjid ini telah melewati empat abad. Masjid ini juga sekaligus merupakan saksi bisu sejarah dan`jejak kehadiran agama Islam di Sulawesi Selatan yang masih bisa dilihat masyarakat hingga hari ini. Masjid ini terletak di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
       
Sarana ibadah ini  merupakan masjid dari kerajaan Gowa.khusus diperuntukkan bagi Raja Gowa beserta keluarga dan kerabatnya. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi tanpa mengubah pondasi awal dan arsitektur yang ada. Seperti yang tercatat pada dinding masjid, masjid ini direnovasi atau direhabilitasi sejak tahun 1978 hingga 1980 oleh Swaka Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan.
 
Kemudian tahun 2007, merupakan renovasi terakhir atas bantuan swadaya pengurus masjid dan bantuan masyarakat hingga mendapati bangunan seperti yang bisa disaksikan saat ini. Sebelum melihat Masjid Tua Katangka lebih dekat, saya terlebih dahulu melaksanakan salat duhur  secara berjamaah bersama beberapa teman di dalam masjid ini. Ini adalah pertama kalinya saya melaksanakan salah di masjid tertua Sulsel ini.

Seperti kebanyakan tempat ibadah dengan arsitektur yang sarat akan makna, Masjid Tua Al-Hilal Katangka pun demikian,  memiliki dua lapis atap sebagai lambang dua kalimat syahadat, empat tiang penyangga berbentuk agak bulat dan besar yang melambangkan empat Khalifah di zamanRasulullah saw (khulafaurrasyidin), enam buah jendela melambangkan rukun iman, serta lima buah pintu yang melambangkan rukun islam.

Selaini tu, Masjid ini juga merupakan benteng pertahanan Raja Gowa di kala itu. Keseluruhan dinding dari masjid ini tersusun dari batu bata cukup tebal, ketebalannya mencapai 120-150 cm. Disamping itu, bentuk dinding pintu masuk masjid  juga berbentuk melengkung menandakan arsitektur bangunannya diadopsi dari arsitektur benteng pertahanan pada umumnya, seperti yang bisa kita lihat pada arsitektur Benteng Rotterdam Makassar yang memiliki dinding pintu tebal dan berbentuk melengkung.
Masjid Al-Hilal di ikuti nama"Katangka" dibelakangnya karena Katangka adalah nama sejenis pohon menaungi para muballigh dari Yaman, Timur Tengah saat melaksanakan salat  Jum'at di lokasi itu.

Merekalah membawa syiar Islam dan memperkenalkannya kepada Raja Gowa,  kemudian dibangunlah Masjid Tua Al-Hilal Katangka pada saat itu.

Masjid ini memiliki dua pintu masuk utama, pintu sisi kiri adalah pintu masuk kedalam masjid dan pintu sisi kanan adalah pintu masuk ke areal parkir dan juga terdapat sebuah TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) di dalamnya, selain itu untuk memasuki areal pekuburan di sisi kiri masjid.

Saat saya melalui pintu utama sisi kiri,saya melihat adanya pintu pagar kecil disebelah kiri saya digunakan untuk masuk ke areal pekuburan sisi kanan masjid karena halaman samping dan belakang masjid dijadikan sebagai areal pekuburan bagi kalangan Raja Gowa.

Masjid ini memiliki sumur di bagian samping masjid dan terdapat tempat wudhu.Untuk masuk kedalam masjid, saya melihat ada lima pintu yang bisa dilalui untuk masuk, dua pintu masuk pertama, saya melihat adanya tempat wudhu di sebelah kanan saya dan di ujung ruangan,saya melihat adanya sebuah lemari besar terbuat dari bahan kayu yang sangat berdebu dan sebuah lemari kecil terbuat dari kaca.

Dan kemudian saya melalui tiga pintu masuk,  ketiga pintu ini merupakan pintu terakhir untuk memasuki masjid. Didalamnya terdapat tempat salat  untuk wanita yang berukuran kira-kira 5x5 meter ditutup kain hijab dan sisanya adalah tempat salat  untuk kaum pria.Dibagian depan saya melihat adanya sebuah ruangan kecil dengan dinding pintu yang berbentuk melengkung, mungkin itua dalah mihrab (tempat berdiam diri) untuk Raja Gowa ketika itu.

Disekeliling ruangan masjid terdapat beberapa AC dingin namun difungsikan  saat waktu salat saja. Sehingga saat saya melaksanakan salat  duhur, saya merasa cukup gerah dan keringatan,  karena  semua jendela masjid ini tertutup rapat, ditambah dinding cukup tebal dan atap atau plafon  cukup rendah sehingga dibutuhkan AC agar ibadah lebih nyaman dan khusyuk.

Selain itu, di dalam masjid tedapat dua buah foto yang terpajang di dinding masjid yang jika diperhatikan foto-foto ini sudah sangat lama dan menunjukkan bagaimana Masjid Tua Katangka pada masa silam, mungkin foto-foto ini diambil sekitar tahun 90-an hingga tahun 2000-an.

Masjid Tua Al-Hilal Katangka  digunakan sebagai sarana ibadah umat Islam pada umumnya, serambi digunakan  mengaji para santri dan untuk mengadakan kajian-kajian masalah Islam. Walaupun tidak dapat dipungkiri, areal pekuburan di halaman samping dan belakang masjid ini,  masih dijadikan areal pekuburan hanya bagi kalangan keluarga dan kerabat raja-raja  Gowa saja.

Muhammad Ridwan