(Ditulis oleh: Nurhayati, SPd. & Dituturkan oleh: Umar Padlan)
Dahulu kala di sebuah tempat yang terletak di tepi sebelah utara Ibukota Kabupaten Bone, Hidup seorang Wali yang dikenal dengan To Manurung’E Tellang Kere Ri tete. Konon daerah tersebut kian hari kian ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berdatangan dari berbagai penjuru. Kondisi tersebut menjadi kan lahirnya sebuah Kerajaan kecil yang kemudian dipimpin oleh To Manurung’E Tellang Kere. Sebagai Penguasa Kerajaan Tete, beliau digelar Arung Tete. Tellang Kere sendiri adalah pusat dari 3 persekuatuan kerajaan dan pemimpinya bergelar Arung Mabbila bila (Najujungngi Arung) persekutuan tersebut bernama TELLU LIMPOE. yang sekarang menjadi Kecamatan Tellu LimpoE. Penguasa di sana juga memiliki hungan darah dangan Datu Lamuru.
Arung tete memiliki tujuh orang anak, Salah seorang diantaranya bernama I Besse Timo yang merupakan putri sulung yang menjadi putri kesayangan beliau. I Besse timo selain memiliki paras yang cantik rupawan juga sopan dan patuh pada orang tua.
I Besse timo semakin tumbuh dewasa layaknya gadis-gadis pada umumnya. Suatu ketika terjadi Guntur yang amat dahsyat, bersamaan dengan kejadian tersebut I Besse Timo mengalami kejadian luar biasa. Beliau (I Besse Timo) mengalami perasaan intim yang luarbiasa nikmatnya layaknya hubungan suami istri. Setelah kejadian tersebut I Besse Timo dinyatakan hamil tanpa diketahui siapa gerangan yang menjadi pasangannya.
Melihat putrinya hamil tanpa suami, Arung Tete sangat terkejut dan keheranan mengingat dalam keseharian putrinya tersebut hidup bersahaja dan sangat menjaga diri dari pergaulan yang terlarang. Ditengah keheranannya Arung Tete pun menanyakan prihal tersebut kepada Putrinya. I Besse Timo pung segera menceritakan peristiwa yang dialaminya tanpa ragu. I Besse timo sangat mengenal karakter Ayahnya yang bijak dan pernuh perhatian terhadap setiap kejadian yang dialami putrinya. Dalam keadaan batin bergolak antara keinginan untuk segera mengungkap siapa gerangan laki-laki yang telah berbuat demikian dengan putrinya dengan perasaan kasih sayang terhadap putri yang disayanginya tersebut, Arung tete memutuskan agar putrinyalah yang harus menemukan sendiri laki-laki yang telah menghamilinya itu. Arung Tete menyuruh putrinya I Besse Timo untuk pergi mencari laki-laki siapa gerangan ayah anak yang dikandungnya. Dengan berat hati Arung Tete mengantar putrinya sampai ke tepian sungai yang bernama sungai Tete. Dengan perasaan haru Arung Tete memberikan perbekalan secukupnya kepada putri kesayangannya berupa seikat padi dan sebutir telur yang telah dierami oleh induknya. Namun telur itu tidak diserahkan kepada I Besse Timo melainkan dihanyutkan ke Sungai Tete sebagai petunjuk jalan. Arung Tete kemudian menyuruh putrinya mengikuti telur itu kemana pun ia pergi. Anehnya telur yang dihanyutkan oleh ayahnya itu tetap terapung diatas air dan berjalan mengikuti arus, I Besse timo terus mengikuti pergerakan telur menyusuri sungai.
Ketika perjalanan telur ajaib ini sampai di kaki gunung yang letaknya sebelah barat Kabupaten Soppeng telur tersebut istirahat maka I Besse Timo pun ikut beristirahat selama beberapa saat. Dari tempat tersebut I BT memandang jauh ke puncak gunung tersebut sambal merenungi keadaan dirinya yang sedang hamil tanpa pernah dijamah oleh lelaki manapun. Sebagai tanda kenangan bahwa dirinya saat itu masih gadis, ia lalu memberi nama gunung yang dipandanginya tersebut dengan nama Bulu Ana’dara (Gunung Gadis).
Selanjutnya telur itu bergerak lagi kebawah mengikuti arus air. Namun setelah sampai disebuah pertemuan arus sungai antara Sungai Tete dengan Sungai Langkemme, tiba-tiba telur tersebut berbelok naik melawan arah menyisir ke arah sungai asal Langkemme. Ditempat berbeloknya telor inilah kemudian diberi nama Salo Palekoreng (Belokan Sungai) karena telor tersebut berbelok. Sementara telur itu bergerak terus melawan arus sungai, I BT pun dengan sabar mengikuti kemana gerangan tempat yang akan dituju. Begitulah terus keadan telur tersebut hingga kebudian sampai pada suatu tempat telur itu pun tiba-tiba merubah arah (lain arah) pergerakan. Telur tersebut tidak lagi menyusuri sungai melainkan berbelok naik kedaratan dan menggelinding menyusuri perbukitan. Perubahan pergerakan tersebut kemudian menjadi nama pada sungai tempat berbelok ini bernama Salo Lainna (Sungai Lain).
Telur yang menjadi pemandu perjalanan I Besse Timo ini terus bergelinding hingga sampai pada suatu bukit telur tersebut tidak lagi bergerak. Dalam keadaan telur diam ini, maka I BT memahami bahwa perjalanan telur sudah berakhir, yang berarti puncak bukit ini menjadi tujuan akhir perjalanan. Maka segerah lah IBT membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal. Padi yang ada dalam genggaman sebagai bekal yang diberikan oleh sang ayah pun segera di tanam.
Hari-harinya di isi dengan bekerja mencari nafka demi mempertahankan hidup sebatang kara ditengah hutan belantara. Padi yang ditanam pun dipanen, namun karena keterbatasan pengetahuan maka padi yang di panen tersebut hanya dinikmati kuitnya (awang). Kebiasaan memakan kulit padi ini dalam Bahasa bugis disebut “pakkande awang”.yang berarti pemakan ampas padi. Kebiasaan I Besse Timo mengkomsumsi awang ini diabadikan sebagai nama bukit yang dihuninya itu dengan nama Coppo Kandiawang (puncak bukit pemakan ampas padi)
Diatas bukit tersebut, I BesseTimo yang pada awalnya hidup sendirian namun setelah beberapa bulan kemudian anak yang dikandungnya lahir. Tanpa ditemani oleh siapapun dia melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama I Besse Kadiu. Bersama dengan kelahiran putrinya itu, telur yang menuntunnya hingga ke Coppo Kandiawang tersebut pun menetas dan menjadilah seekor ayam betina.
Bersambung...............
Dipublish Oleh La Barakka
Dahulu kala di sebuah tempat yang terletak di tepi sebelah utara Ibukota Kabupaten Bone, Hidup seorang Wali yang dikenal dengan To Manurung’E Tellang Kere Ri tete. Konon daerah tersebut kian hari kian ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berdatangan dari berbagai penjuru. Kondisi tersebut menjadi kan lahirnya sebuah Kerajaan kecil yang kemudian dipimpin oleh To Manurung’E Tellang Kere. Sebagai Penguasa Kerajaan Tete, beliau digelar Arung Tete. Tellang Kere sendiri adalah pusat dari 3 persekuatuan kerajaan dan pemimpinya bergelar Arung Mabbila bila (Najujungngi Arung) persekutuan tersebut bernama TELLU LIMPOE. yang sekarang menjadi Kecamatan Tellu LimpoE. Penguasa di sana juga memiliki hungan darah dangan Datu Lamuru.
Arung tete memiliki tujuh orang anak, Salah seorang diantaranya bernama I Besse Timo yang merupakan putri sulung yang menjadi putri kesayangan beliau. I Besse timo selain memiliki paras yang cantik rupawan juga sopan dan patuh pada orang tua.
I Besse timo semakin tumbuh dewasa layaknya gadis-gadis pada umumnya. Suatu ketika terjadi Guntur yang amat dahsyat, bersamaan dengan kejadian tersebut I Besse Timo mengalami kejadian luar biasa. Beliau (I Besse Timo) mengalami perasaan intim yang luarbiasa nikmatnya layaknya hubungan suami istri. Setelah kejadian tersebut I Besse Timo dinyatakan hamil tanpa diketahui siapa gerangan yang menjadi pasangannya.
Melihat putrinya hamil tanpa suami, Arung Tete sangat terkejut dan keheranan mengingat dalam keseharian putrinya tersebut hidup bersahaja dan sangat menjaga diri dari pergaulan yang terlarang. Ditengah keheranannya Arung Tete pun menanyakan prihal tersebut kepada Putrinya. I Besse Timo pung segera menceritakan peristiwa yang dialaminya tanpa ragu. I Besse timo sangat mengenal karakter Ayahnya yang bijak dan pernuh perhatian terhadap setiap kejadian yang dialami putrinya. Dalam keadaan batin bergolak antara keinginan untuk segera mengungkap siapa gerangan laki-laki yang telah berbuat demikian dengan putrinya dengan perasaan kasih sayang terhadap putri yang disayanginya tersebut, Arung tete memutuskan agar putrinyalah yang harus menemukan sendiri laki-laki yang telah menghamilinya itu. Arung Tete menyuruh putrinya I Besse Timo untuk pergi mencari laki-laki siapa gerangan ayah anak yang dikandungnya. Dengan berat hati Arung Tete mengantar putrinya sampai ke tepian sungai yang bernama sungai Tete. Dengan perasaan haru Arung Tete memberikan perbekalan secukupnya kepada putri kesayangannya berupa seikat padi dan sebutir telur yang telah dierami oleh induknya. Namun telur itu tidak diserahkan kepada I Besse Timo melainkan dihanyutkan ke Sungai Tete sebagai petunjuk jalan. Arung Tete kemudian menyuruh putrinya mengikuti telur itu kemana pun ia pergi. Anehnya telur yang dihanyutkan oleh ayahnya itu tetap terapung diatas air dan berjalan mengikuti arus, I Besse timo terus mengikuti pergerakan telur menyusuri sungai.
Ketika perjalanan telur ajaib ini sampai di kaki gunung yang letaknya sebelah barat Kabupaten Soppeng telur tersebut istirahat maka I Besse Timo pun ikut beristirahat selama beberapa saat. Dari tempat tersebut I BT memandang jauh ke puncak gunung tersebut sambal merenungi keadaan dirinya yang sedang hamil tanpa pernah dijamah oleh lelaki manapun. Sebagai tanda kenangan bahwa dirinya saat itu masih gadis, ia lalu memberi nama gunung yang dipandanginya tersebut dengan nama Bulu Ana’dara (Gunung Gadis).
Selanjutnya telur itu bergerak lagi kebawah mengikuti arus air. Namun setelah sampai disebuah pertemuan arus sungai antara Sungai Tete dengan Sungai Langkemme, tiba-tiba telur tersebut berbelok naik melawan arah menyisir ke arah sungai asal Langkemme. Ditempat berbeloknya telor inilah kemudian diberi nama Salo Palekoreng (Belokan Sungai) karena telor tersebut berbelok. Sementara telur itu bergerak terus melawan arus sungai, I BT pun dengan sabar mengikuti kemana gerangan tempat yang akan dituju. Begitulah terus keadan telur tersebut hingga kebudian sampai pada suatu tempat telur itu pun tiba-tiba merubah arah (lain arah) pergerakan. Telur tersebut tidak lagi menyusuri sungai melainkan berbelok naik kedaratan dan menggelinding menyusuri perbukitan. Perubahan pergerakan tersebut kemudian menjadi nama pada sungai tempat berbelok ini bernama Salo Lainna (Sungai Lain).
Telur yang menjadi pemandu perjalanan I Besse Timo ini terus bergelinding hingga sampai pada suatu bukit telur tersebut tidak lagi bergerak. Dalam keadaan telur diam ini, maka I BT memahami bahwa perjalanan telur sudah berakhir, yang berarti puncak bukit ini menjadi tujuan akhir perjalanan. Maka segerah lah IBT membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal. Padi yang ada dalam genggaman sebagai bekal yang diberikan oleh sang ayah pun segera di tanam.
Hari-harinya di isi dengan bekerja mencari nafka demi mempertahankan hidup sebatang kara ditengah hutan belantara. Padi yang ditanam pun dipanen, namun karena keterbatasan pengetahuan maka padi yang di panen tersebut hanya dinikmati kuitnya (awang). Kebiasaan memakan kulit padi ini dalam Bahasa bugis disebut “pakkande awang”.yang berarti pemakan ampas padi. Kebiasaan I Besse Timo mengkomsumsi awang ini diabadikan sebagai nama bukit yang dihuninya itu dengan nama Coppo Kandiawang (puncak bukit pemakan ampas padi)
Diatas bukit tersebut, I BesseTimo yang pada awalnya hidup sendirian namun setelah beberapa bulan kemudian anak yang dikandungnya lahir. Tanpa ditemani oleh siapapun dia melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama I Besse Kadiu. Bersama dengan kelahiran putrinya itu, telur yang menuntunnya hingga ke Coppo Kandiawang tersebut pun menetas dan menjadilah seekor ayam betina.
Bersambung...............
Dipublish Oleh La Barakka