Andi Rifqi Ismulail |
Konvensi mengenai Kerangka Kerja
Pengendalian Tembakau (FCTC, Framework Convention on Tobacco Control)
merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO, World Health Organization) yang berisi seluruh negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. FCTC berbasis data ilmiah yang menegaskan
kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
FCTC menandai suatu pergeseran paradigma
dalam mengembangkan strategi dalam mengendalikan dan mengatasi zat
adiktif; yang berbeda dengan traktat pengendalian obat masa lalu. Pasal-pasal
dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap
produk tembakau. Karena itu fokus FCTC adalah mencegah orang merokok ketimbang
mengobati kecanduan.
FCTC dibuat untuk menghadapi
globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tembakau difasilitasi melalui
sejumlah faktor yang kompleks dengan efek lintas batas, termasuk perdagangan
bebas dan investasi asing secara langsung. Faktor lain seperti pemasaran
global, iklan, promosi, sponsor tembakau yang bersifat lintas-negara, dan
pergerakan internasional rokok ilegal dan palsu juga telah berkontribusi pada
meledaknya peningkatan penggunaan tembakau.
Semua faktor itu kini tengah
berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan pengendalian tembakau
masih sangat longgar, termasuk Indonesia. Beberapa waktu lalu, Ethiopia sudah
menjadi bagian dari negara-negara yang mendukung dan menyetujui FCTC. Ethiopia
menjadi negara ke 178 yang mengaksesi FCTC. Saat ini, Indonesia belum juga
aksesi FCTC. Padahal, 90% masyarakat
Indonesia setuju Indonesia Aksesi FCTC.
Saat ini
permasalahan aksesi FCTC ada di kementerian yang tidak setuju Indonesia
mengaksesi FCTC. Dengan
berbagai alasan, kementrian Perindustrian,pertanian dan tenaga kerja menolak
dan merekomendasikan Indonesia tidak segera aksesi FCTC. Padahal alasan yang
dikemukakan oleh salah satu kementerian yaitu perindustrian tersebut tidak
tepat. Dan Menteri Kesehatan pun sudah berbicara bahwa FCTC bukan untuk
menurunkan jumlah perokok di Indonesia dan tidak ada hubungannya dengan para
petani tembakau.
Namun saat ini langkah DPR yang memasukan RUU Pertembakauan ke dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 mendapat dukungan. Regulasi yang
akan mengatur mengenai tembakau itu diyakini melindungi kepentingan petani dan
industri. Menurut Rifqi Ismulail volunteer Indonesia bebas rokok di bulukumba
senin 16/2/2015, bahwa Di dalam RUU ini tidak diakomodir pentingnya pemerintah
untuk menekan FCTC.
Oleh karena itu sebaiknya pemerintah bersama kementerian
khususnya kesehatan dan perindustrian melakukan persamaan persepsi terkait RUU
Tembakau ini yang sementara digodok di parlemen. Perbedaan pendapat ini akan
menimbulkan konflik secara tidak langsung, oleh karena itu kami berharap petani
dan kementerian yang kontra diberi pemahaman yang baik bahwa tujuan dari FCTC
ini tidak merugikan dari sisi ekonomi dan politik tetapi sebaliknya dapat
meningkatkan pendapatan cukai sebesar 25 % dan menurunkan angka kematian akibat
penyakit tidak menular (PTM).
Sungguh
sangat disayangkan Indonesia yang kaya raya akan sumber daya alam dan sumber
daya manusianya disejajarkan dengan negara-negara tertinggal. Jika Indonesia
mendukung untuk menyelamatkan generasi muda dari adiksi nikotin, sudah
seharusnya Indonesia menjadi bagian dari 178 Negara di seluruh dunia untuk
Aksesi FCTC.
Dipublis : La Barakka