Cerpen : Isyarat Hati (I) -->
Cari Berita

Cerpen : Isyarat Hati (I)

Penulis Uswatun Hasanah Junaid (Mahasiswi )

Kupandangi langit diluar jendela kamar, diatas sana sang rembulan dan bintang-bintang menghiasai mantel sang malam yang membuatku kagum kepada benda angkasa ciptaan sang penguasa jagat raya ini.

Aku adalah seorang gadis yang suka berimajinasi dalam khayalan, entah mengapa semenjak kepergian Ayah pada kekasih-Nya, aku sangat menyukai hobi baru ini. Kadang aku tersenyum sendiri, menagis, bahkan sampai meneteskan air mata.
Kulampiaskan semua imajinasiku didalam sebuah buku tebal yang memang aku siapkan untuk menulis semua imajinasi dalam khayalanku, yyaaahh….. hanya sekedar mencatat moment-moment yang langsung dari pikiranku saja.

Tak terasa malam semakin memelukku dalam suasananya yang dingin dan sepi. Kutengok jam ditelepon genggamku yang ternyata hampir menunjukkan angka 12.00 malam. Pantas saja kelopak mataku dari tadi sudah meronta-ronta ingin beristirahat.
Kurebahkan badanku yang berbobot 50 kilo dan tinggi 153 cm diatas kasur yang lumayan tidak empuk lagi yang merupakan kenang-kenangan dari sepupuku untuk nenekku kemudian diderikan lagi padaku. Hem, lumayanlah…. Walaupun kasur warisan tetap juga bisa membuatku terlelap dalam bunga tidurku setiap hari.
Kriiiiing………… !!!

Bunyi panggilan masuk ditelepon genggamku yang 3G ( telepon ji, sms ji dan senter ji ) menyadarkanku dalam perjalanan kedunia mimpi.
“ Assalamu ‘ alaikum ! “ kataku mengawali
“ Wa’ alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh dinda, lagi bikin apa sekarang ? “
“ Sekarang lagi mau tidur. “ Jawabku dengan nada datar
“ Ya udah, kakak minta maaf kalau menganggu. Selamat istirahat dan semoga mimpi yang indah ya. “
“ Iya, assalamu’ alaikum.” Ucapku.

Tanpa menunggunya menjawab salamku, langsung kututup teleponya yang menurutku sangat mengganggu waktu istirahatku malam ini.

Dia adalah kakak seniorku yang sudah semester tujuh, semenjak penutupan orientasi pengelan kehidupan kampus, dia selalu saja menghubungiku setiap hari. Oya, hampir lupa namanya adalah Dwi Rotama Arisandi, yang biasa kusapa dengan k’ Dwi.
Badannya yang tinggi kurus seperti pak Joko Widodo ( Jokowi ) yang menjadi gubernur DKI Jakarta, putih, mancung dan kewibawaan yang dia miliki membuatku tak pernag bosan bila didekatnya. Ternyata dia diam-diam menyukaiku, hal ini kuketahui dari sahabatku sendiri, k’ Dwi biasa curhat dengan sahabatku yang bernama Mustia.

Jujur, jika seandainya k’ Dwi mengutarakan tentang perasaannya secara langsung padaku, mungkin aku akan menolaknya dengan berusaha menjaga perasaannya. Karena selama ini aku dan dia seperti adik kakak yang sangat akrab, aku senang bila berada disampingnya, kedewasaan dan kewibawaan yang dia miliki selalu mengingatkanku terhadap almarhum Ayahku.
***

Ambaaar….!!!!!!
Terdengar suara dari kejauhan yang memanggilku, aku menengok kearah sumber suara yang memanggilku yang ternyata sipemilik suara itu adalah Muqarrabin. Dia adalah sahabatku dari kecil, aku biasa menyapanya dengan sebutan Abin. Dia pernah bercerita kaluan nama yang diberikan Ayahnya itu merupakan do’a dan harapan agar Dia selalu didekatkan hatinya pada yang Kuasa.
“ Ehh…. Lama ngga’ jumpa ya? “ Sapanya padaku.
“ Heehehe….. kamu ajha tuh yang lama ngga’ ketemu sama aku, tapi aku tuh yang bosan lihat kamu mondar-mandir didepan kelasmu! “
“ Aach… masa’ sih ?
Berarti aku dong yang memperhatikan disekilingku. Maklumlah, aku kan pemuda karier gitu looohhhh... “
“ Pemuda karier…. pemuda karier.... emangnya sampai segitu sibuknya ya sampai tidak ingat lagi sama sahabat kecilnya yang bikin geregetan ini….? Hehehe
“ Ya umpuun my princess jangan gitu donk, sorry deh… aku kan tedi Cuma bercanda. “
Begitulah keakrabanku dengan Abin, sejak kecil dia memang sahabatku sekaligus tetanggaku di kampong yang selalu bikin enjoy saat bersamanya. Meskipun gayanya agak sedikit menjiplak gaya Olga Syahputra, dia tetap sahabatku yang istimewa.
Bias cahaya menyari pagi menjelang siang, membuat aku maupun Abin tertuju pada satu pikiran, yaitu minum minuman yang segar. Dia pun berlalu sebentar untuk membelikanku minuman.
Sekembalinya dia dari membeli minuman dan kami menikmatinya, dia langsung saja angkat bicara tanpa menungguku melepaskan sedotan minuman dari bibirku.
“ Ambar sayang…. “
“ Eddhh… lirikynya seperti aroma ada kepiting dibalik batu nih ! “
“ Hehehe… salah tuh, harusnya ada udang dibalik batu say…”
“ Iya deh, to the point aja, gak usah panjang lebar seperti mbah surip, eh salah.. kayak mbah dukun ! “
“ Enak aja, saya yang ganteng dan cool seperti Afgan Syahreza ini disamakan Mbah dukun, salah thu ! “
Seketika mataku membelalak dengan menyatukan kedua bola mataku searah dengan hidungku.
“ Huahaha… Afgan Syahreza, Olga Syahputra kaleee’… ! “
“ Hhuumm… puas… puas yah… puas ngeledeknya,,, sabar ya hatiku dan meranalah jantungku. “ Abin mengelus-elus dadanya yang datar.
“ Iya deh, aku minta maaf. Kamunya sih yang mulai ! “
“ Oke, aku langsung saja mulai. Aku boleh minta tolong jahitkan baju pramukaku gak ?
Soalnya bajuku udah kedodoran. “
“ Ouw… gitu donk to the point ajha. Baju kamu yang mau dijahit mana?
Biar kulihat apa saja yang perlu dijahit. “
Abin pun memperlihatkan aku baju dan celananya yang ingin diperkecil. Tanpa menungguku perkomentar, diapun menengok jam tangannya yang ternyata sudah menunjukkan angka 2 siang. Dia pun mengantarku pulang dengan motor shogunnya.
***
Bersambung............!!!!!