Jajakan Kue Bugis, "Upaya Mempertahankan Kuliner Warisan Nenek Moyang" -->
Cari Berita

Jajakan Kue Bugis, "Upaya Mempertahankan Kuliner Warisan Nenek Moyang"

Wati Jajakan Kue Bugis
Berkunjung ke suatu daerah tentu tak lengkap jika tak mencicipi kuliner atau penganan khas daerah tersebut. Sebagai negara yang kaya akan budaya daerah, Indonesia memang layak dijadikan tempat wisata menarik bagi warga dari negara lain. Suku bugis di Sulawesi Selatan, adalah salah satu suku besar yang kaya dengan adat budaya dan tradisi menarik mulai dari tarian, pesta rakyat hingga kulinernya. 

Bone, termasuk kabupaten di Sulawesi Selatan yang kaya adat budaya dan tradisi yang diwariskan sejak jaman kerajaan ribuan tahun lalu. Tak berbeda dengan kota lain, Bone juga mempunyai penganan atau kue-kue yang menjadi ciri khas dan biasanya disuguhkan pada acara-acara tertentu seperti dalam acara adat, pesta pernikahan atau ketika menjamu tamu dari luar daerah. Sayangnya, seiring waktu kue-kue bugis tergantikan oleh kue -kue lain yang lebih modern dan dianggap praktis seperti roti dengan aneka rasa, donut, pastel dan kue lainnya yang biasa ditemui dibeberapa toko kue. 

Sebagai orang bugis, tentu saja hal ini cukup mengundang keprihatinan karena khawatir suatu hari nanti tak ada lagi yang bisa membuat kue bugis akibat kurangnya minat pembeli. 

Salah seorang penjual kue bugis, sebut saja Wati, masih setia menjajakan kue bugis disekitar jalan Besse Kajuara yang telah dia lakoni sejak beberapa tahun lalu. 

Walau harga yang ditawarkan tak sebanding dengan waktu dan tenaga yang dia habiskan tiap harinya, Wati tetap saja semangat dan berharap jualannya bisa laris manis. Sejak subuh, Wati sudah duduk dipinggiran jalan tempat ia biasa berjualan bersama penjual kue lainnya sambil menunggu pembeli yang biasanya sudah menjadi pelanggan tetapnya. 

Kue-kue bugis yang biasa dia jual setiap hari diantaranya kue lapis, taripang, putri sallang, cantik manis, apam, beppa janda dan cucur. Selain nama dan modelnya yang unik, kue bugis dikenal dengan cita rasanya yang manis dan legit karena dibuat dari bahan dasar gula dan kelapa. 

Contohnya taripang, kue berbentuk pipih dan lonjong ini dibuat dari campuran tepung dan kelapa parut,  kemudian digoreng dan dibaluri gula merah yang sudah dilelehkan. Lain halnya dengan kue lapis, kue yang juga dibuat dari tepung dan santan ini memang berbahan sederhana namun membutuhkan proses memasak yang cukup lama karena harus dikukus setiap lapisannya hingga menghasilkan rasa yang legit dan manis. 

Yang jadi pertanyaan sekarang, jika para orangtua kita telah tiada, apakah kita sebagai generasi penerus masih peduli untuk tahu dan mempelajari cara pembuatan kue-kue ini agar tetap ada dan bisa dicicipi oleh anak cucu kita kelak. 

Selain kue diatas yang biasa dijadikan jajanan, masih banyak kue lainnya yang juga memiliki nama unik tapi tetap dengan rasanya yang manis. Ada barongko yang terbuat dari campuran pisang, santan, telur dan gula yang kemudian dibungkus daun pisang, ada indo' beppa yang biasa disuguhkan saat pesta pernikahan, ada tarajju' yang berbahan dasar ubi jalar atau singkong yang dicampur kelapa dan gula, ada onde-onde yang berbentuk bulat kecil dengan isi gula merah lalu dibalut kelapa muda parut, dan masih banyak kue bugis lainnya dengan citarasa legit dan manis. 

Warisan kuliner daerah bugis memang tak hanya bisa dicicipi di Sulawesi Selatan, karena didaerah lain pun ada yang tahu cara membuatnya dan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik minat pembeli. Jika orang luar saja bisa membuat dan menyukai kue tradisional kita, apalagi kita sebagai orang bugis. 

Cintai dan lestarikan kue-kue bugis agar tetap ada, dan rasa manisnya bisa dirasakan oleh semua orang sehingga mampu disejajarkan dengan kue-kue lain yang kini sudah dikenal dunia seperti serabi, dodol, empek-empek dan kue lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. 

Laporan Eka. H
Editor La Barakka