La Tumpa dan Misteri Bulu Batulotong -->
Cari Berita

La Tumpa dan Misteri Bulu Batulotong




Bulu Batulotong adalah nama salah satu bukit yang terletak di Kecamatan Lamuru yang menjadi perbatasan antara Desa Massenrengpulu dengan Desa Barakkae, nama  Batulotong dalam bahasa Bugis yang berarti 'batu berwarna hitam', nama itu sendiri menunjukkan banyaknya bongkahan batu hitam pekat khas yang hanya ada yang terdapat di bukit ini.

Dari penelusuran penulis Bulu Batulotong ini seluas kurang lebih 2 hektar, tanaman belukar cukup subur tumbuh diantara bebatuan hitam di Bukit ini. Batu hitam khas dari bulu Batulotong cukum mudah ditemukan, menurut warga batu itu hanya ada ditempat itu dan tidak ditemukan ditempat lain, Pemukiman warga mengelilingi bukit tersebut sehingga mudah di temukan jika kita melintas di jalan desa Barakkae dan desa Massenrengpulu  yang berjarak tak kurang dari 60 Km dari Kota Watampone.

Bukit ini memiliki misteri yang ceritanya cukup akrab dikalangan warga yang berdomisili di sekitar bukit ini, bahkan cerita keangkeran bukit ini telah tersohor sejak zaman dahulu sebelum kampung tersebut ramai di padati penduduk, cerita keangkeran Bulu Batulotong tak lepas dari sosok yang bernama La Tumpa.

La Tumpa sendiri adalah sosok misterius, identitasnya tak tercatat dalam sejarah, literatur sepak terjangnya hanya didapatkan dari tutur cerita dari orang tua yang ada di sekitar Desa Barakkae dan Desa Massenrengpulu Kecamatan Lamuru.

Salah seorang warga yang bermukim di dekat bukit tersebut, Wa Rellu (60) menceritakan misteri Bulu Batulotong, yang tak pernah lepas dari kisah pembunuhan La Tumpa ditempat tersebut yang mayatnya hanya di bakar tanpa di kuburkan.

"Cerita ini turun temurun melalui tutur kata orang tua terdahulu, tentang kisah seorang bernama La Tumpa," ujar Wa Rellu mulai berkisah.

Waktu itu kira-kira di zaman Gorilla (Istilah orang Bugis yang menunjukkan zaman peperangan bergerilya) , La Tumpa di kenal cukup meresahkan warga karena dia memiliki kelainan karena mempunyai penyakit yang suka melukai orang lain hingga membunuh.

"Korbannya cukup banyak, sehingga warga bersepakat untuk menangkapnya, dari ceritanya, La Tumpa waktu itu hendak dipasung, hanya saja dia melakukan perlawanan sehingga dia dibunuh oleh massa," ujarnya.

Pembunuhan La Tumpa cukup tragis, dia dibakar massa di bawah sebatang pohon Beringin yang ada di Bulu Batulotong, bahkan jenasahnya tak sempat dikebumikan.

Cerita angker ini pun berlanjut, setelah pembunuhan La Tumpa, Bulu Batulotong menjadi angker, arwah La Tumpa menjadi gentayangan dan mengganggu warga yang beraktifitas di bukit itu tersebut, tak terkecuali mulai dari anak kecil sampai orang dewasa dimana gangguannya serupa penyakit khas yang menyebabkan korbannya menjadi demam yang disertai gatal seperti terkena gesekan ulat berbulu.

"Orang akan demam lalu, gatal-gatal seperti pernah bersentuhan dengan ulat berbulu ketika pernah beraktifitas di Bulu Batulotong, umumnya yang terkena ketika mereka takabboro (takabbur) saat berada di Bulu Batulotong", kata We Rellu menceritakan.

Dan seketika ada yang terkena penyakit akibat gangguan arwah gentayangan La Tumpa, dia hanya bisa di sembuhkan oleh orang-orang tertentu yaitu orang pernah membunuh sebelumnya.

"Hanya orang yang sudah pa uno (membunuh) yang bisa menyembuhkan, itupun dengan cara membacakan sholawat nabi dan berdoa kepada  tuhan dengan mengusapkan ludah pada badan warga yang terkena gangguan La Tumpa," tukasnya.

Namun sekarang, kata We Rellu, gangguan penyakit La Tumpa di Bulu Batulotong terhadap warga sudah jarang, seiring dengan jadikan sebagian dari bukit itu sebagai areal perkebunan kakao oleh warga.

"Kisah La Tumpa tetap ada, setidaknya menjadi pengingat bahwa kita tidak boleh Takabbur, karena ada makhluk lain ciptaan Allah yang ada ditempat itu, dan yang penting jika berada di sekitar lokasi tersebut harus memperbaiki dzikir kepada Allah SWT meminta perlidungannya agar tidak mendapat gangguan makhluk itu," pungkas We Rellu mengakhiri ceritanya kepada penulis.

Penulis : Usman Al-Khair
Editor : A.W. Makkelori