Bugiswarta.com, Jakarta – Ketua Presidium Jaringan Islam
Nusantara (JIN) Razikin Juraid juga ikut mnyoroti Keputusan Menteri Dalam
Negeri Tjahyo Kumolo menunjuk dua Jenderal Polri sebagai pelaksana tugas (Plt)
Gubernur. Bagi magister politik Universitas Indonesia ini keputusan menteri
Thahyo tidak dapat diterima oleh akal sehat ditengah upaya penguatan
konsolidasi demokrasi. Keinginan itu juga membawa bangsa ini mengalami
kemunduran secara politik.
“Penunjukkan pati Polri
tersebut perlu dilihat secara lebih jauh serta kepentingan politik dibalik
penunjukkan itu. Saya melihat disatu sisi Tjahyo Kumolo sedang berupaya keras
untuk dapat memenangkan calon gubernur usungan PDIP di Jawa Barat dan Sumatera
Utara, dan pada sisi yang lain Tjahyo Kumolo dilanda kecemasan akan mengalami
kekalahan bagi pasangan TB Hasanudin-Anton Charliyan di Jawa Barat dan Djarot
Syaiful Sumatera Utara. Dalam keadaan cemas seperti itu, Tjahyo Kumolo akhirnya
bertindak sembrono,” pandangan Razikin terhadap keputusan menteri dalam negeri.
Lanjut mantak ketua DPP
Imm ini bahwa Jika Presiden mengesahkan usulan Mendagri ini akan dapat
berakibat fatal dikarenakan. Pertama, penunjukkan Pati Polri sebagai Plt
Gubernur tidak memiliki dasar aturan. UU Polri Nomor 2/2002 di dalam Pasal 28
Ayat 1 jelas menyebutkan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik
dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. selanjutnya Pasal 28
Ayat 3 UU Polri Nomor 2/2002 disebutkan bahwa Polri dapat menduduki jabatan di
luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. “Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga netralitas Polri serta dapat bertanggung jawab
menjaga keamanan,” bebernya.
Penujukkan Pati Polri
sebagai Plt Gubernur dapat membuat ketersinggungan bagi institusi TNI, dengan
berakhirnya Dwi fungsi ABRI, kita sudah berkomitmen TNI-Polri kita jauhkan dari
Politik, jika sekarang Polri ditarik masuk atau di goda lagi untuk masuk ke
gelanggang Politik praktis, “saya berkeyakinan dapat membuat TNI tersinggung
yang berakibat fatal bagi kehidupan berbangsa,”terang Razikin.
Ketiga, alasan kerawanan,
argumentasi itu merupakan penghinaan terhadap bangsa ini, seolah-olah Pilkada
yang akan kita laksanakan nanti merupakan ajang pertumpahan darah, seolah
masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak beradab. Padahal kita telah
melaksanakan ratusan Pemilu secara damai, Pilkada 2017 tidak ada konflik,
aman-aman saja, apalagi pertumpahan darah. Sekali lagi Tjahyo membuat alasan
mengada-ngada.
“Ketiga, alasan
terbatasnya pejabat eleson I di Kemendagri sangat tidak beralasan, karena masih
ada Sekretaris Daerah di Jabar dan Sumut, sementara alasan ASN yang tidak dapat
bersikap netral, lagi-lagi sangat tidak punya dasar,”Lanjut Kader IMM Sul-Sel
ini.
“Dalam konteks itu, saya
melihat bahwa Tjahyo Kumolo sedang mendesain struktur yang sistematis untuk
memenangkan calon yang usungan PDIP, dan dengan skenario itu dapat membuka
peluang terjadinya kejatuhan pemilukada dan bisa saja menciptakan konflik
horizontal,”Tutup Alumnus UIN Alauddin Makassar ini.
(****)