Mohammad Nasir : Daya Saing Bangsa Menurun Akibat PTS Menjual Ijazah -->
Cari Berita

Mohammad Nasir : Daya Saing Bangsa Menurun Akibat PTS Menjual Ijazah


BUGISWARTA.com, Denpasar -- Diskusi mengenai Perguruan Tinggi Swasta sedang hangat dibicarakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di Hotel Golden Tulip Denpasar. Minggu malam, 9 April 2017.

Perguruan Tinggi sebaiknya melakukan inovasi, hal ini penting dikarenakan inovasi sangat mendukung dan menunjang terjadinya pembangunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa para dosen dan mahasiswalah yang menjadi pemeran penting untuk pertumbuhan inovasi tersebut.

Dalam diskusi hangat itu, Muhammad  Nasir menegaskan suatu hal dengan mengatakan, "Nah, saya minta Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di sekitar Bali ini memberikan fasilitas yang baik kepada dosen dan mahasiswa.  Jangan satu PTS itu berikan fasilitas yang baik, PTS satunya lagi menjual ijazah atau abal-abal. Hal ini yang justru menurunkan tingkat daya saing bangsa, jangan seperti itu!".

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi itu melanjutkan pemaparannya dengan mengatakan,
"Dilihat dari 'peringkat daya saing tenaga kerjanya sehingga produktivitas dan gaji/upah (pay and productivity) itu berjalan beriringan', *Indonesia masih berada di peringkat ke-29 dari 138 Negara*.  
"Untuk level ASEAN saja, Indonesia jauh sekali dari peringkat Singapura yang berada di peringkat ke-2 dan Malaysia di peringkat ke-6. Artinya tingkat daya saing Kita harus terus ditingkatkan, agar secara linier meningkatkan pendapatannya," papar pria kelahiran Ngawi 27 Juni 1960 itu.   

Hal menarik menurut anggota Senat Fakultas Ekomomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang itu adalah 'Angka Partisipasi Kasar (APK)' Indonesia yang sangat aneh. Dengan jumlah perguruan tinggi  pada angka 4.529, APK Indonesia berada pada angka 31,5%, yang sudah digabung antara Kemristekdikti dengan Kementerian Agama. Angka APK Indonesia jauh tertinggal dari Thailand 51,2%, Singapura 82,7%, bahkan Korea mencapai APK 98,4%, padahal jumlah Perguruan Tinggi di negara-negara tersebut mungkin lebih sedikit dibanding Indonesia.   

"Saya minta PTS ikut membantu pencapaian Indonesia untul 'APK' ini.  'Mindset' zaman dahulu, PTS yang salah langsung dapat diberikan hukuman.  Pemberi kebijakan dapat langsung instruksikan sanksi, karena memang Pemerintah harus tegas. Tapi kali ini,  kami ubah paradigmanya. Sanksi tersebut sekarang diubah menjadi pendampingan. 

"Sebagai contoh, PTS yang akreditasinya 'C', untuk meningkat ke akreditasi 'B', Kopertis harus melakukan lakukan pendampingan.    Sementara bagi PTS yang sudah mendapatkan Peringkat B  dan ingin naik ke Peringkat A, tanggung jawab pendampingan ada di Direktorat Jenderal Kelembagaan. Untuk program ini,  tahun 2016 sudah mulai berhasil, tahun 2017 harus lebih meningkat," terang Menteri Nasir yang juga merupakan penasehat Ikatan Sarjana NU Jawa tengah.

"Untuk PTS, kalau ada masalah, silakan lapor kepada Kopertis masing-masing Wilayah. "Bila dirasa laporannya tidak berhasil, silakan laporkan langsung kepada Kami di Pusat, melalui prosedur yang benar," tegasnya.

Diskusi tersebut dimoderatori oleh Koordinator Kopertis Wilayah VIII 'I Nengah Dasi' dan dihadiri oleh Direktur Jenderal Kelembagaan Iptekdikti Patdono Suwignjo dan Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Jumain Appe.

YAHYA MUSTAFA/MULIANA AMRI