OPINI : Anomali Supremasi Hukum Di Sinjai ('Sembrono, Tebang Pilih dan Semau GUE') Bag. I dari 8 -->
Cari Berita

OPINI : Anomali Supremasi Hukum Di Sinjai ('Sembrono, Tebang Pilih dan Semau GUE') Bag. I dari 8

Penulis : Andi Barlianto Asapa (Pengacara)

BUGISWARTA.com---Hadirnya sebuah Daerah yang berintegritas dan berkembang untuk mencapai kemajuan salah-satunya berangkat dari penegakan hukum yang baik. 

Apa yang menjadi kehendak dan cita- cita dari pada HUKUM adalah untuk mencapai keadilan yang setinggi-tingginya, hal itu tertuang dalam konsep Equality before the Law. Sebuah prinsip dasar yang dikembangkan secara sistematis demi terselenggaranya perikeadilan dan perikemanusiaan dengan sebijak mungkin. 

Sinjai dalam Konteks sebuah daerah yang memiliki Otonomi tersendiri tentunnya membutuhkan sebuah proses penegakan Hukum yang juga mampu berjalan secara sistematis.

Berangkat dari banyaknya permasalahan kedaerahan saat ini adalah sebuah cerminan tersendiri dari hiruk pikuk Implementasi terhadap kekuasaan Pemimpin.

Kekuasaan yang dalam Interpretasi penulis merupakan sebuah kebebasan memberikan instuksi kepada Instansi atau Lembaga yang merupakan perpanjangan tangan daripada Pemimpin itu sendiri, sehingga tangan tangan kepemimpinan itulah yang seharusnya menerapkan keberpihakan kepada Masyarakat.

Menciptakan terobosan baru yang transformatif dengan semangat membangun, menjadi pengontrol dari pada apa yang menjadi bagian kewajiban dan tanggung-jawabnya sehingga setiap kebijakan itu mampu bergulir ditatanan Masyarakat dengan efektif. 

Dari berbagai sudut pandang lemahnya penegakan Hukum ditatanan Pemerintahan adalah merupakan PRAHARA tersendiri dan itu berdampak tidak hanya kepada Masyarakat tetapi sekaligus kepada masa depan sebuah Daerah.

Kegagalan membina Tatanan Masyarakat sehingga nilai-nilai dan setiap Norma yang hendak dicapai justru akan menciptakan Kriminalisasi serta tingkat kualifikasi Masyarakat yang STAGNAN dan generasi muda yang kehilangan semangat bahkan akan terbukanya gerbang perlawanan dari setiap element yang menganggap PERJALANAN KEPEMIMPINAN itu tidak sesuai dengan Harapan atau dengan kata lainnya "Dee Apponeng". 

Sedikit dari contoh kasus hukum yg pernah ada dalam catatan TIPIKOR seperti Bantuan rumah masyarakat miskin, Pengadaan internet kecamatan, PLTS, korupsi DAK Dinas Pendidikan, SEKWAn, Dinas Sosial Dll. itu kemudian menunjukkan kelemahan SISTEM Pemerintahan saat ini, ketidak mampuan pemimpin Daerah saat ini mengontrol secara keseluruhan tiap Instansi dan lembaga pemerintahan justru menjadi momok yang akan meruntuhkan Citra Kekuasaan (keserakahan dalam jabatan kian subur) hingga nyaris menembus pejabat pembina kepegawaian atas kasus GAJI ASN.

Aksi unjuk rasa yg digelar oleh Lembaga Kemahasiswaan yg dibubarkan secara AROGAN oleh OKNUM PREMAN adalah bentuk nyata Tertutupnya secara rapat Pintu Berdemokrasi di Daerah ini.

Miris juga kemudian ketika sebagian generasi muda yg hidup dilingkup sosial dan pergaulan TERJEREMBAB dalam penyalahgunaan Obat Obat terlarang atau NARKOTIKA yg kemudian jika tidak diperhatikan secara serius akan Berkecambah nantinya dalam Ruang KRIMINALISASI dan akan menambah catatan hitam penegakan hukum dalam memberantas Narkotika di daerah ini.  

Untuk itu di sisa-sisa akhir kepemimpinan Bupati saat ini perlu perhatian yang lebih specifik, terobosan baru dan transparansi Kepemimpinan, Riuhnya konstalasi Politik menjelang Pilkada 2018 sekiranya tidak menjadi beban dan ketakutan akan berpindahnya kepemimpinan secara Demokratif.

Pemimpin saat ini harus lebih condong bekerja nyata tidak hanya pada sektor-sektor tertentu saja akan tetapi juga pada pembangunan sumber daya alam serta sumber daya manusianya sehingga menjadi penilaian tersendiri bagi masyarakat untuk lebih mencintai daerahnya sendiri dan Mencintai Pemimpinnya sendiri.  

Kegagalan Komunikasi (disharmonisasi) Pemerintah Daerah kepada unsur Pimpinan daerah lainnya terutama pada lembaga PENEGAK HUKUM adalah kegagalan Pemerintahan yang tidak dapat di elakkan bahwa demikian itulah yg membuat pendekatan pencegahan atas potensi kesalahan tidak mampu diwujudkan sehingga represif atas penegakan Hukum terhadap kesalahan para pejabat yg menjadi bawahan/pembantu Bupati menjadi enteng dan membawa kesan buruk, Sebab kerja pemerintahan seperti diselimuti dengan keputusan yg ternyata merupakan PERBUATAN MELAWAN HUKUM. (Bersambung)

(*****)