500 Triliun Challenge -->
Cari Berita

500 Triliun Challenge

Oleh: Harryadin Mahardika

Bugiswarta.com, Jakarta -- Prabowo Subianto kembali mengingatkan kepada masyarakat tentang adanya potensi kebocoran keuangan negara senilai 500 Triliun Rupiah per-tahun. Kebocoran adalah terminologi yang digunakan oleh Prabowo Subianto untuk merujuk pada pemborosan birokrasi, korupsi, denda yang tidak tertagih, potensi penerimaan yang hilang, dan piutang negara yang tidak tertagih. 

Joko Widodo menantang hal yang disampaikan Prabowo tersebut dibuktikan dengan data agar tidak dianggap hoax.

Tantangan tersebut membuat saya tertarik untuk menelusuri lebih lanjut tentang data yang menjadi polemik keduanya. Saya menamai riset kecil ini sebagai ‘500 Triliun Challenge’.

Saya memulai pengumpulan informasi ini dengan menggunakan sumber-sumber referensi yang ada di publik. Diantaranya adalah hasil kajian, laporan audit, vonis pengadilan, wawancara, materi seminar dan rilis media. Hasilnya, kurang lebih ada 26 item potensi sumber kebocoran yang saya temukan, yang dapat dikaitkan dengan kebocoran potensi penerimaan negara maupun kebocoran akibat potensi pemborosan APBN serta korupsi.

Secara lebih rinci, ke-26 item tersebut terdiri dari 5 item terkait dengan korupsi, 10 item terkait potensi kehilangan penerimaan negara, 6 item terkait dengan potensi denda yang tak tertagih atau diturunkan nilainya, 4 item terkait potensi pemborosan anggaran, dan 1 item terkait potensi piutang pemerintah yang tak tertagih. Daftar data dan sumber referensinya tersebut saya lampirkan dalam bentuk file pdf.

Dari 26 item tersebut, dihasilkan jumlah total potensi kebocoran sebesar Rp 1.113 Triliun selama 2015-2018. Beberapa item dengan nominal yang besar diantaranya adalah dihapusnya denda kerusakan lingkungan oleh Freeport (Rp185 Triliun), potensi kehilangan penerimaan negara dari ekspor batubara yang tidak dilaporkan (Rp 133 Triliun), potensi pemborosan di kementerian/lembaga berdasar evaluasi KemenPANRB (Rp 392 Triliun), dan potensi piutang tak tertagih pemerintah pusat yang disisihkan (Rp 127,3 Triliun). Juga ada potensi pemborosan yang terkait pencabutan aturan larangan rapat di hotel, dan potensi kehilangan pendapatan akibat pembatalan kenaikan cukai rokok.

Metodologi yang saya gunakan adalah melakukan desk research pada sumber informasi publik. Data yang diperoleh dari sumber ini kemudian di cross check dengan minimal satu sumber informasi publik lainnya. Sementara kredibilitas dan validitas dari data yang diambil merupakan tanggung jawab dari masing-masing institusi dan individu yang mempublikasikan data tersebut.

Jangka waktu pencarian dibatasi untuk informasi yang dipublikasikan antara 2015-2019. Catatan khusus diberikan untuk data kehilangan penerimaan negara dari ekspor batubara yang disampaikan oleh KPK, dimana tidak disebutkan jangka waktu terjadinya kasus tersebut. Catatan lainnya diberikan untuk beberapa item yang masih bersifat pending karena menunggu proses hukum.

Pada akhirnya saya masih belum mampu menunjukkan data kebocoran Rp 500 Triliun per-tahun selama kurun 2015-2018. Yang berhasil saya identifikasi adalah potensi kebocoran sebesar Rp 1.113 Triliun selama 2015-2018, atau sebesar Rp 278 Triliun per-tahun. Meski demikian, informasi awal ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi awal bagi masyarakat, media, LSM, dan pihak-pihak yang tertarik untuk membahas topik ini lebih lanjut. Dengan adanya data ini, saya berharap diskusi menjadi lebih obyektif serta dapat memberi manfaat bagi perbaikan pengelolaan keuangan dan anggaran negara.