Kisah : Timo Daeng Mamanjeng Putra Kaloling Pesan Leluhur -->
Cari Berita

Kisah : Timo Daeng Mamanjeng Putra Kaloling Pesan Leluhur

Kemudian rombongan Timo Daeng Mamanjeng singgah lagi di rumah kediaman Arung Bulo-Bulo di Sinjai, juga harus dibayar satu orang budak. Dengan demikian praktis tinggal lima orang budak yang dibawa Timo Daeng Mamanjeng sampai ke tanah Kaloling. Budak-budak itulah yang disebarkan ke berbagai tempat di tanah Kaloling, diantaranya ada yang ditempatkan di To Bunne, di to Cabbeng, di to Haddo, dan sebagainya.

Pada awalnya, para budak-budak tahanan yang dihadiakan Arung Bulo-Bulo yang dipangkuh oleh Timo Daeng Mamanjeng dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya masih  kelihatan dengan jelas statusnya itu.

Akan tetapi setelah lama kelamaan bermukim di daerah itu, akhirnya banyak yang kawin dengan masyarakat biasa. Lambat laun mereka membaur dengan masyarakat  biasa yang ada di Kaloling. Bahkan diantara keturunan mereka itu sudah ada yang kawin dengan masyarakat yang tergolong keturunan bangsawan. Maka dari itu sangatlah sulit untuk diketahui riwayat keturunannya.

Oleh karena itu, sudah saatlah  kita harus mempunyai niat (nawaetuh) yang tulus serta bersikap arif dan bijaksana untuk mengungkap jejak kebenaran yang sesungguhnya. Nuansa berfikir dan dasar logikanya musti diarahkan pada suatu realita sejarah yang perlu kiranya diketahui secara pasti oleh seluruh lapisan masyarakat, bahwa orang-orang tahanan yang diberikan Arung Bulo-Bulo (Timo Daeng Mamanjeng) oleh Arung Bone pada waktu memenangkan peperangan itu adalah semuanya laki-laki dan tak satupun perempuan.

Hal ini dapat membuat masalah menjadi terang benderang pada kelompok masyarakat yang menganut garis keturunan Bapak. Artinya, bahwa dalam konteks ini sangat keliru kalau langsung mengubah status delegasi garis keturunan itu tanpa ada alasan yang jelas pada kelompok  masyarakat tersebut.

Sesungguhnya tidaklah diharamkan bahkan sah-sah saja kalau ada dari keturunan mereka yang memiliki kompetensi menjadi pemimpin di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Akan tetapi janganlah mengabaikan bibit-bibit unggul yang tidak memiliki cacat silsilah dalam kisah kehidupannya, terutama dari sisi garis keturunan serta memiliki kompetensi yang sama bahkan melebihi kompetensi yang dimiliki oleh mereka.

Sungguhpun syarat untuk memilih imam memang bukan satu-satunya unsurnya adalah keturunan, tetapi tidak musti harus mengaburkan semua teori kebenaran, bahwa kalau tidak bisa mengambil sebagian janganlah meninggalkan semuanya.

Semangat juang dan kharismatik sosok kepemimpin Timo Daeng Mamanjeng pada zamannya harus tetap diabadikan. Penghargaan yang diharapkan terhadapnya tak cukup hanya tuturan dalam bentuk lisan semata, tetapi memperjelas kisah dan garis keturunannya, itu mungkin bagian terpenting  dalam realita menghargai jasa-jasanya.

Kalaulah ungkapan itu benar, yang mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Maka padanan maknanya sekolokasi dengan makna bahwa komunitas masyarakat yang besar itu ditentukan oleh jiwa penghargaannya terhadap pendahulunya.

Timo Daeng Mamanjeng sebagai sosok pendahulu masyarakat tanah Kaloling, dikenal pemberani, jujur, bersahabat, konsekwen dengan prinsipnya, diwujudkan dengan senboyang, yakni: bukti menyatakan dan satu kata dengan perbuatan. 

Kalau ditelusuri secara saksama pola kepemimpinan Sosok Timo Daeng Mamanjeng di tanah Kaloling, sebenarnya tidaklah berjuang sendirian. Akan tetapi memiliki pendamping-pendamping yang sangat setia dan handal.

Pendamping-pendamping tersebut diberikan tugas utama untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan kecil secara internal yang terjadi di kampung itu. Sedangkan persoalan-persoalan besar dan persoalan-persoalan yang bersifat eksternal ditangani langsung oleh Timo Daeng Mamanjeng.

Salah satu pendamping Timo Daeng Mamanjeng yang namanya sangat popular adalah Puang Lamalo. Puang Lamalo ini diabadikan namanya pada sebuah Kampung  yang diberi nama Kampung Lamalo. Kampung tersebut berdampingan dengan Kampung Tomanjeng yang berasal dari nama Timo Daeng Mamanjeng.

Sekarang masih banyak sanak famili yang menjenguk makamnya di dusun Bilalang Desa Kaloling, pekuburan itu dikenal dengan nama Pekuburan Pattomanjeng, Juga sumur tomanjeng yang masih ada dan menjadi sumber air utama pada saat musim kemarau.

Pengabadian nama-nama tokoh masyarakat pada sebuah kampung, sesungguhnya bukanlah lahir begitu saja tanpa mengandung makna  bagi kehidupan manusia. Akan tetapi itu semua menunjukkan bias kecerdasan berpikir orang-orang terdahulu.

Ide dan gagasan cemerlang tersebut mengandung makna bahwa fakta sejarah kehidupan manusia adalah bagian yang sangat esensial sebagai komponen penting dan sangat menentukan keberhasilan dalam membangun peradaban umat manusia di masa yang akan datang.

Disadari atau tidak, fakta  sejarah berupa pengabadian nama seseorang pada sebuah  tempat atau kampung itu merupakan warisan yang  memiliki nilai keemasan yang sangat berharga bagi generasi berikutnya. Dapat dibayangkan kalau seandainya tidak ada keterangan-keterangan atau bukti-bukti yang dapat dipedomani untuk menata gerak kehidupan ini, pasti semua membingunkan dan
tidak jelas arahnya.

Pengabadian nama yang dilakukan oleh generasi masa lalu akan memberikan sebuah inspirasi bahwa sejak dahulu kala benih-benih peradaban manusia telah tumbuh dan berkembang. Kisah kehidupan seorang pemberani Timo Daeng Mamanjeng sebagai salah satu contoh yang dapat mengungkap sisi derajat keberadaan peradaban umat manusia pada masa lalu, sekaligus dapat menjadi cikal bakal untuk mengembangkannya pada masa sekarang ini.

Di tanah air kecintaan kita Indonesia ini, kalau mau secara jujur mencari sosok manusia pejuang kemanusian seperti sosok Timo Daeng Mamanjeng, kiranya tidaklah terasa sulit bilamana ada yang
menelusurinya dari ujung barat sampai ke ujung timur, pada seluruh komunitas kehidupan manusia sejak tanah tumpah darah ini dihuni manusia.

Diberbagai komunitas kehidupan manusia mungkin saja bakal ditemukan pejuang-pejuang yang tidak sempat diabadikan namanya sebagai perjuang bangsa ini. 

Lalu pertanyaannya kemudian adalah sudah sempurnakah keadilan yang diperlakukan terhadap siapa saja yang berjasa ditanah air ini ? Masih adakah sosok pejuang yang tidak dihargai perjuangannya hanya karena kurang informasi atau data terhadapnya disebabkan informannya sudah tiada.

Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanayaan yang harus dijawab oleh kita semua, serta tidak berakahir sampai disitu saja, tetapi terus dan terus mencari data-data yang akurat agar dapat mendapat simpulan interpretasi yang benar dan tepat. Hal tersebut, sebagai pekerjaan rumah yang tidak  boleh ditunda lagi, karena generasi sudah menunggu hasilnya.(Episode Terakhir)

Oleh : Supriadi/A. Rauf TM Pasanre