Eksotisme Tanjung Pallette, Hukuman Mati dan Perselingkuhan -->
Cari Berita

Eksotisme Tanjung Pallette, Hukuman Mati dan Perselingkuhan

(Istimewa)
Oleh : Aspikal L

"Bukan orang bone kalau tidak mengenal Tanjung Pallette," itulah salah satu ungkapan  yang cocok untuk warga Bone.

Lalu ada pula ungkapan "Kunjungan anda ke Bone tiada berkesan tanpa mengunjungi tanjung Palette". ungkapan yang pantas bagi mereka yang pernah ke Bone tapi tidak menyempatkan diri ke Tanjung Pallette.

Tanjung Palette merupakan salah satu kawasan wisata  di kabupaten Bone, tepatnya kelurahan Pallette, kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. tidak perlu memakan waktu yang  lama untuk ke tanjung ini, karena hanya berjarak  sekitar 12 km sebelah timur dari kota Watampone, dan dapat di tempuh kurang lebih 20 menit dari pusat kota.

Tanjung Palette merupakan suatu kawasan wisata domestik yang tidak pernah sepi dari pengunjung terutama di hari libur . itu karena keindahan alamnya, suara deburan ombak yang keras dan harga tiket masuk yang murah.

Tanjung palette, bukan merupakan pantai yang berpasir seperti tempat wisata pantai lainya, namun pantai ini meruapkan pantai dengan karang cadas yang yang lumayan terjal.

Tanjung palette yang terletak di pesisir teluk bone ini punya sensasi tersendiri bagi pengunjungnya, karena pemandangan bukit karang yang cantik disertai dengan deburan ombak yang keras, oleh karena itu tidak sedikit muda-mudi memilih tempat ini untuk bersantai dengan pasangan kekasihnya.

Bukan hanya pasangan kekasih yang sering ketempat ini, melainkan rombongan keluarga yang menghabiskan akhir pekannya, karena di tempat ini anda bisa bakar-bakar ikan bersama rombongan keluarga.

Selain itu, di tanjung Pallette, anda akan di manjakan dengan berbagai fasilitas, seperti villa, kolam renang,dan water park, dan anda bisa menikmati seafood seperti Bukkang lawo (kepiting bakau) yang merupakan ikon kabupaten Bone.

Dibalik keindahan tanjung Pallette terdapat cerita turun temurun dari rakyat, tak disangka ternyata tempat yang indah ini sejatihnya merupakan tempat 'mallabu tau' yang secara harfiah dapat diartikan 'hukuman mati dengan cara ditenggelamkan di laut'  dalam hal ini mengeksekusi orang yang dianggap bersalah dengan pelanggaran yang berat.

Seperti penuturan Colle (78) seorang veteran pejuang Gerilya  menuturkan bahwa tanjung pallette merupakan tempat untuk mengeksekusi bagi mereka yang bersalah, seperti orang yang menghamili anaknya sendiri, atau bagi perempuan yang "ma'pangaddi" (perempuan yang punya suami tapi selingkuh dengan laki-laki lain).

"Pallette itu tempat mallabu tau, dipatelleng (meneggalamkan) orang yang bersalah, seperti nappattappuki (menghamili) anaknya, atau orang yang mappangaddi (selingkuh)." tutur colle pada penulis saat ditemui di rumahnya.

Colle melanjutkan, tragisnya kalau cara menghukum orang  yang bersalah itu dengan cara memasukkan dalam karung dan mengikatkannya dengan batu dan membuangnya kelaut sampai mati.

"Orang di masukkan dalam karung dan di pasisio (diikat) dengan batu, dan dibuang ke Laut sampai mati, dan dibiarkan  terus tenggelam dalam laut tanpa diangkat dan dimakamkan dan dahulu tempatnya itu di laut tanjung Pallette, orang yang dihukum dilempar dari tebing cadas ke laut lalu dibiarkan tenggelam hingga tewas" lanjutnya.

Hal yang sama jga diungkapkan Samade (83) warga desa Kading kecamatan Awangpone, bahwa perselingkuhan memang merupakan perbuatan yang tercelah, bahkan perbuatan yang terkutuk di tanah bugis, sehingga hukuman itu merupakan hukuman yang setimpal ditanah bugis dengan cara di Laburang (ditenggelamkan) di palette.

"Mappangaddi merupakan sifat tercelah dan terkutuk di tana ogi, oleh karena itu hukuman itu merupakan hukuman yang wajar bagi mereka" ungkapnya

Samade mengaku kalau sekarang hukum itu tidak berlaku lagi, karena kita sudah punya tatanan hukum dari pemerintah, dan sebagai warga negara yang baik kita harus taat terhadap hukum itu. tapi hukum dulu memang memberikan efek jera kepada masyarakat sehingga jarang yang mau ma'pangaaddi" tegasnya.

Editor : A.W. Makkelori